Thursday, 29 January 2015

pencegahan dan pengobatan pada ayam layer

Menghadapi Tantangan Gangguan Pernapasan
Menemukan ayam ngorok, cekrek, pilek, atau mata berair, di peternakan ayam bukanlah sesuatu yang “luar biasa”, bahkan hanya terkesan biasa saja. Alasannya tentu saja karena gangguan pernapasan seolah sudah “lekat” dengan kehidupan ayam komersial modern yang notabene memiliki beberapa kelemahan, yang ujung-ujungnya berimbas menjadi mudah mengalami gangguan pernapasan.

Lemahnya Sistem Pernapasan Ayam
Berbagai potensi dari ayam modern seperti cepat tumbuh dan berproduksi telur tinggi sudah sering kita bahas dalam berbagai kesempatan. Kelemahannya tentu saja ada, di antaranya mudah stres, peka terhadap kondisi lingkungan, serta memiliki ketidakseimbangan antara pertumbuhan berat badan dengan perkembangan organ-organ vital di dalam tubuhnya.
Berbicara mengenai organ vital ayam, organ pernapasan termasuk salah satunya. Adanya kontak secara langsung dengan udara pernapasan (udara dari luar tubuh) yang kotor sangat memungkinkan terjadinya kontak antara mikroba kontaminan dalam udara dengan organ pernapasan.
Ayam sendiri memiliki sistem pernapasan yang agak berbeda dengan sistem pernapasan pada hewan menyusui (mamalia, red), karena dilengkapi dengan kantung udara yang mempunyai struktur dan fungsi yang unik, serta paru-paru yang tergolong sederhana. Rasio volume paru-paru ayam dengan volume tubuhnya umumnya jauh lebih kecil dibandingkan dengan mamalia.
Di samping itu, pada ayam, pertukaran gas/udara pernapasan terjadi di sepanjang kapiler-kapiler udara paru-paru yang berbentuk seperti jala, bukan di dalam alveolus (rongga udara dalam paru-paru). Itulah sebabnya mengapa ayam atau bangsa unggas secara umum sangat mudah mengalami keracunan lewat sistem pernapasan.
Sedangkan mengenai kantung udara, organ pernapasan ayam yang satu ini sangat berperan penting dalam proses pernapasan ayam, terutama pada waktu beraktivitas, karena berfungsi menyimpan cadangan oksigen di dalam tubuh. Kantung udara merupakan organ perluasan/ perpanjangan dari paru-paru yang menyebar sampai ke leher, dada dan perut.
Kantung udara sendiri menjadi titik lemah sistem pernapasan karena hanya terdiri dari beberapa lapis sel dan sedikit pembuluh darah. Pada bagian ini sangat sedikit sel fagosit, sedangkan agen infeksi di lingkungan sangat banyak. Hal ini akan memudahkan agen infeksi untuk melakukan kolonisasi dan merusak sel-sel epitel. Maka tidak heran jika terjadi perubahan pada kantung udara, seperti mengalami peradangan atau menjadi keruh, hal tersebut bisa menjadi salah satu indikasi adanya serangan penyakit pernapasan.

Penyebab Gangguan Pernapasan
Penyebab gangguan sistem pernapasan secara garis besar terdiri dari 2 faktor, yaitu non infeksius dan infeksius.
1) Non Infeksius
  • Sistem sirkulasi udara yang terhambat
    Sirkulasi udara yang terganggu karena buka tutup tirai kandang tidak sesuai, kepadatan ayam tinggi, jarak antar kandang yang terlalu dekat, kandang terlalu dekat dengan tebing atau terlalu banyak pepohonan, akan mengakibatkan pembuangan udara kotor dan gas-gas beracun seperti amonia menjadi terhambat. Selain itu bisa menghambat pengeringan feses oleh aliran angin. Akibatnya kadar amonia akan meningkat lebih cepat dan ujung-ujungnya akan mengiritasi saluran pernapasan hingga timbul gangguan.
  • Kualitas ransum
    Komposisi ransum yang tidak seimbang, terutama kadar protein dan garam, bisa memicu terjadinya penyakit pernapasan. Kelebihan protein kasar pada ransum akan diekskresikan bersama feses sehingga kadar asam urat di feses meningkat. Akibatnya, asam urat tersebut akan diuraikan oleh bakteri ureolitik menjadi amonia.
    Begitu juga jika kadar garam tinggi, akan memicu peningkatan konsumsi air minum sehingga feses menjadi lebih encer. Feses yang encer akan mempercepat pembentukan gas amonia.
  • Kualitas litter
    Litter yang basah bisa menjadi tempat terakumulasinya gas-gas berbahaya bagi ayam, seperti amonia. Kadar amonia yang dapat ditoleransi ayam adalah <20 ppm (Ritz et al., 2004). Kadar amonia yang berlebih bisa merusak silia, mengganggu gerakan silia, bahkan mengakibatkan iritasi konjungtiva mata. Silia yang terdapat dalam rongga hidung ayam berfungsi menyaring partikel udara yang masuk ke dalam tubuh. Jika silia masih berfungsi dengan baik, maka bibit penyakit yang berukuran lebih besar (3,7 – 7 mikron) akan mampu disaring oleh organ ini. Namun jika silia rusak, maka bibit penyakit akan dengan leluasa masuk dan menyebabkan gangguan pernapasan.

2) Infeksius
Faktor infeksius yang menyebabkan gangguan pernapasan terdiri dari serangan virus (ND, AI, IB, ILT dan cacar basah), bakteri (CRD, CRD kompleks dan korisa) maupun jamur Aspergillus sp. (aspergillosis). Hal ini didukung oleh data kejadian penyakit di lapangan yang telah dirangkum pada grafik 1 dan 2.
 

Gejala klinis yang awalnya muncul pun umumnya hanya berupa ngorok, bersin/batuk dan penurunan produksi. Karena gejala tersebut bisa disebabkan oleh bermacam penyakit, maka peternak harus bisa mendiagnosa dengan tepat dan cepat, sehingga langkah-langkah penanganannya dapat sesegera mungkin dilakukan.
Berikut kami berikan tanda-tanda gejala klinis dan perubahan patologi anatomi dari beberapa penyakit pernapasan guna membantu diagnosa. Jika dari temuan gejala klinis dan hasil bedah bangkai, diagnosa masih belum bisa ditentukan dengan tepat, maka uji laboratorium seperti di MediLab (Medion Laboratorium) bisa dilakukan guna membantu meneguhkan diagnosa, terutama untuk penyakit yang mempunyai gejala klinis dan perubahan patologi anatomi yang mirip, seperti ND dan AI.
  • CRD dan CRD kompleks
    CRD merupakan penyakit pernapasan yang disebabkan oleh bakteri Mycoplasma gallisepticum.Mycoplasma yang masuk ke tubuh ayam akan menyerang bagian kantung udara, karena organ ini adalah lokasi predileksi (tempat kesukaan) dari Mycoplasma.
    Rusaknya saluran pernapasan oleh Mycoplasma akan menekan sistem kekebalan lokal pada lokasi tersebut sehingga agen penyakit lain mudah masuk ke dalam tubuh ayam. Atau dengan kata lain, CRD berperan sebagai pembuka pintu gerbang sistem pertahanan primer dan akhirnya memicu serangan infeksi penyakit sekunder.

    Penyakit sekunder yang paling sering berkomplikasi dengan CRD adalah colibacillosis hingga muncullah istilah yang disebut dengan CRD kompleks. Kantung udara menebal dan terdapat masa mengkeju pada daerah tersebut, juga di dalam rongga perut. Jantung dan hati akan diselimuti oleh selaput berwarna putih kekuningan (pericarditis dan perihepatitis).
  • Korisa
    Korisa merupakan penyakit bakterial yang disebabkan oleh Avibacterium paragallinarum (dulu Haemophillus paragallinarum), dengan lokasi predileksi utamanya di sinus infraorbitalis. Ayam yang terserang korisa akan mengalami pembengkakan muka, terutama di sekitar sinus infraorbitalis.
    Selain itu, tak jarang juga ditemukan mata berair seperti menangis. Saat dilakukan bedah bangkai, akan ditemukan di sekitar sinus infraorbitalis, adanya lendir atau kotoran dari hidung yang mula-mula encer dan berlanjut sampai kental berbau busuk.



  • ND, AI dan IB
    Batuk, susah bernapas, ngorok dan lendir keluar dari hidung merupakan gangguan pernapasan yang sering ditemukan pada serangan ND, IB dan AI. Peradangan dan perdarahan trakea adalah gejala perubahan bedah bangkai yang paling umum dari ayam yang terinfeksi ND, IB atau AI. Jika perdarahan atau peradangan terjadi di trakea bagian bawah (mendekati bronkus) besar kemungkinan penyebabnya ialah serangan virus IB. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, bahwa ND, IB dan AI selain menyerang saluran pernapasan juga menyerang organ tubuh lainnya.
      



  • ILT
    Virus ILT lebih suka tinggal pada sel epitelium batang tenggorok (trakea). Itulah sebabnya mengapa virus ini mempunyai konsentrasi yang sangat tinggi pada permukaan trakea ayam yang terinfeksi (Bagus, 2000). Pintu masuk virus ILT yang alami yaitu melalui saluran pernapasan bagian atas dan mata (okuler). Gejala klinis dari ayam yang terinfeksi ILT diantaranya sulit bernapas, batuk disertai keluarnya leleran darah, serta conjunctivitis.

  • Cacar basah
    Pox atau cacar disebabkan oleh virus fowl pox. Terdapat 2 bentuk cacar yang biasa menginfeksi ayam, yaitu bentuk kering dan bentuk basah. Pada bentuk cacar basah biasanya akan ditemukan bungkul-bungkul kecil putih atau kekuningan di mukosa saluran pernapasan seperti mulut, laryng dan trakea, sehingga menyebabkan ayam susah bernapas.
  • Aspergillosis
    Aspergillosis merupakan penyakit pernapasan yang disebabkan oleh jamur Aspergillus sp. Di lapangan, kasus ini seringkali terabaikan karena kejadiannya masih jarang.
    Ada 2 bentuk serangan aspergillosis, yaitu akut dan kronis. Bentuk akut umumnya menyerang anak ayam (biasanya 2-3 hari post chick in) dan dikenal dengan brooder pneumonia. Ditandai dengan gejala nafsu makan turun, sulit bernapas (gasping), mata tertutup cairan kental (kadangkala ditemukan menyerang saraf), dan terjadi kematian dengan tingkat 5- 50% (selama 21 hari). Pada bentuk kronis, dari hasil bedah ayam akan ditemukan banyak bungkul-bungkul perkejuan di kantung udara, paru-paru dan hati.


Pencegahan dan Penanganan
Agar gangguan pernapasan karena faktor infeksius sekaligus non infeksius dapat dicegah perlu dilakukan program gabungan yang komprehensif yaitu:
  • Ciptakan kondisi lingkungan yang nyaman
  1. Perhatikan struktur kandang yang meliputi ketinggian lantai kandang, bahan dan model atap, jarak antar kandang serta arah kandang.
  2. Atur sistem buka tutup tirai kandang dengan baik untuk membantu kelancaran sirkulasi udara dari luar ke dalam kandang sehingga kadar amonia bisa terkendali.
  3. Tambahkan kipas angin atau blower untuk membantu sirkulasi udara saat pemeliharaan sudah memasuki masa grower atau finisher/layer.
  4. Cegah litter basah dengan berhati-hati saat penggantian air minum, dan periksa kondisi atap jangan sampai ada yang bocor terutama saat musim hujan.
  5. Atur kepadatan kandang.
  • Lakukan program vaksinasi sesuai jadwal dan kondisi serangan penyakit pada lingkungan sekitar peternakan. Khusus untuk mencegah serangan ILT, vaksinasi ILT pada ayam petelur bisa dilakukan di umur 10-16 minggu (untuk daerah peternakan dengan serangan ILT rendah), atau umur 6-7 minggu (untuk daerah peternakan dengan resiko serangan ILT tinggi) dan diulang pada umur 16-17 minggu. Sedangkan di ayam pedaging dilakukan pada umur 2-3 minggu menggunakan Medivac ILT.
  • Berikan multivitamin di saat kondisi rawan (misalnya perubahan musim/cuaca, saat pindah kandang, saat awal produksi atau puncak produksi) untuk meningkatkan kondisi tubuh ayam.
  • Khusus untuk mencegah kasus aspergillosis, perhatikan kondisi gudang penyimpanan ransum agar jangan sampai lembab.
  • Terapkan biosekuriti melalui pelaksanaan sanitasi dan desinfeksi secara rutin.

Selanjutnya untuk menangani gangguan pernapasan yang sudah terlanjur terjadi di peternakan, berikut beberapa tindakan yang bisa diambil oleh peternak:
  • Identifikasi penyebab kasus penyakit pernapasan yang muncul, karena faktor non infeksius atau infeksi penyakit.
  • Seleksi/culling atau afkir ayam yang telah menunjukkan infeksi parah. Jika merasa sayang untuk diafkir, peliharalah di kandang isolasi.
  • Untuk farm yang terserang penyakit viral ND, IB, AI, ILT dan cacar basah:
    Lakukan revaksinasi (vaksinasi ulang) pada ayam yang masih dalam kondisi sehat. Jika ayam terserang ND, segera revaksinasi darurat dengan Medivac ND Clone 45 (terutama pada ayam layer). Namun jika terindikasi IB, maka dapat segera revaksinasi menggunakan Medivac IB H-120. Untuk kasus komplikasi ND dan IB, bisa direvaksinasi menggunakan Medivac ND-IB.
    Untuk menangani ayam terserang ILT, lakukan revaksinasi ulang dengan Medivac ILT. Namun revaksinasi sebaiknya dilakukan jika angka kesakitan masih rendah (<5%) dan serangannya pun masih ringan (hanya muncul gejala mata berair saja). Sedangkan untuk kasus AI, revaksinasi dengan Medivac AI.
  • Untuk farm yang terserang penyakit bakterial:
    Berikan antibiotik sesuai jenis penyakit dan tingkat keparahannya. Contohnya pada kasus CRD, jangan memberikan obat dari golongan penisillin, karena penisillin bekerja secara inhibisi (menghambat) pembentukan dinding sel sedangkan Mycoplasma tidak memiliki dinding sel.
    Pada kasus yang parah, pilih antibiotik dengan metode aplikasi suntikan untuk mempercepat penyembuhan penyakit. Vet Strep bisa menjadi antibiotik pilihan. Atau bisa juga dilakukan kombinasi pemberian antibiotik melalui air minum dan injeksi. Pilihan antibiotik yang dapat digunakan untuk pengobatan CRD & korisa yaituNeo MeditrilProxan-CProxan-STrimezyn-SMedoxy-L, dll (pilih salah satu).
  • Terapi supportif dengan pemberian multivitamin contohnya Strong n FitFortevit atau Vita Stress malam hari setelah pengobatan, untuk memulihkan kondisi tubuh ayam.
  • Perbaikan manajemen pemeliharaan dan biosekuriti dilakukan secara ketat
Faktor penyebab gangguan pernapasan pada ayam banyak sekali macamnya. Hal ini tentunya tidak bisa dibiarkan berlarut-larut dan dianggap sepele, sehingga penyebab munculnya gangguan pernapasan harus cepat ditelusuri agar bisa segera ditangani. Salam.



   Ada beberapa cara mengatasi atau mengobati penyakit pada bebek petelur / pedaging. Walaupun ternak bebek tahan terhadap berbagai penyakit tetapi pengetahuan dan keterampilan peternak dalam mendiagnosa atau menentukan jenis penyakit pada ternak bebek perlu dimiliki.
Adapun kemampuan dan keterampilan yang harus dimiliki peternak antara lain seperti berikut :
Peternak dapat membedakan penampilan bebek yang sehat dan  bebek  yang sakit.
Dapat mengenali bagian tubuh bebek yang mengalami kelainan.
Dapat menentukan langkah-langkah pertolongan pertama yang perlu segera dilakukan.
Dapat membedakan penampilan tinja (kotoran bebek) yang normal dan tinja bebek yang sakit.
Mengetahui tempat untuk berkonsultasi bila terjadi gangguan penyakit pada ternak peliharaannya.
Mampu menyiapkan informasi sebagai bahan konsultasi sehingga memudahkan dan mengarahkan dugaan jenis penyakit sebelum dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.  
Beberapa Jenis Penyakit Pada Ternak Bebek Berikut Cara Mengatasinya
Pada dasarnya penyakit yang menyerang ternak itik dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu : Penyakit tidak menular dan Penyakit menular.
A. Penyakit Tidak menular
Penyakit ini disebabkan oleh buruknya tata laksana pemeliharaan seperti keracunan, pemeliharaan kesehatan dan kebersihan yang buruk, kekurangan vitamin dan mineral dan lain-lain.
1. Stress (cekaman)
Stress atau cekaman pada itik bisa disebabkan oleh berbagai faktor pengganggu yang secara langsung mempengaruhi fisiologi tubuh itik, misalya kebisingan, kurang kebebasan bermain dekat air, berpindah-pindah tempat, pertukaran pakan dan lain sebagainya.
Obat untuk menanggulangi stress belum ada. Yang dapat dilakukan peternak adalah menghidari segala gangguan yang dapat menimbulkan stress yaitu dengan cara memelihara lingkungan dan menjaga kebersihan lingkungan peternakan.
2. Kekurangan Vitamin A
Pakan yang tidak cukup mengandung vitamin A dapat menyebabkan kekurangan vitamin A pada ternak itik dan akhirnya mengganggu pertumbuhan. Tanda-tanda itik yang kekurangan vitamin A adalah : itik akan tampak selalu mengantuk, kondisi kaki lemah, mata tertimbun lendir warna putih dan mudah terkena infeksi. Pada itik umur sekitar 4 minggu itik yang kekurangan vitamin A terlihat selaput matanya menebal dan kering, air mata keluar berlebihan, bagian bawah mata tertimbun cairan lendir. Sedang pada itik dewasa, kekurangan vitamin A mengakibatkan penurunan produksi telur, tubuh mengurus dan lemah.
Jagung kuning merupakan sumber vitamin A yang sangat diperlukan dalam komposisi pakan itik. Penyakit kekurangan (defisiensi) vitamin A umumnya terjadi karena peternak mengganti jagung kuning dengan jagung putih yang miskin vitamin A.
3. Brooder Pneumonia
Penyakit brooder pneumonia umumnya menyerang anak itik yang masih memiliki bulu-bulu halus. Penyakit ini disebabkan oleh karena kotak atau pelingkar tripleks/seng terlalu padat, lampu pemanas untuk induk buatan kurang panas sehingga anak itik kedinginan dan merasa pengap. Tanda-tanda anak itik terserang penyakit ini adalah pembengkakan di kepala, pernapasan terlihat sulit dan mata selalu mengeluarkan air.
Pencegahan terhadap penyakit ini dapat dilakukan dengan mengontrol kapasitas kotak atau pelingkar dan mengontrol panas induk buatan. Pengobatan dapat dilakukan dengan pemberian satu sendok teh baking soda dalam satu quart (1,136 liter) air minum selama 12 jam untuk mengurangi penyebaran penyakit.
4.Rickets Duck (kekurangan vitamin D)
Kekurangan vitamin D yang disertai kekurangan Calsium dan Fosfor dapat menimbulkan penyakit tulang yang menyebabkan kelumpuhan pada itik. Penyakit ini biasanya dinamakan “Rickets duck”. Itik yang terserang penyakit ini akan mengalami penyimpangan dan kelainan pada persendian kakinya.
Pencegahan dapat dilakukan dengan memberikan pakan yang cukup mengandung mineral calsium, fosfor da vitamin D. Ke dalam ransum itik harus ditambahkan 2% tepung tulang dan itik harus mendapat sinar matahari langsung.
5. Antibiotika Dermatitis
Penyakit ini terjadi pada itik karena penggunaan obat-obatan yang mengandung antibiotika secara berlebihan.
Akibatnya kulit itik menjadi kering , bulu rontok dan mudah patah, itik selalu gelisa karena gatal-gatal pada kulitnya.
Pencegahan terhadap penyakit ini adalah dengan menggunakan antibiotika seperlunya. Penghentian pemberian antibiotika serta pemberian “laxative” (obat pencahar) ringan seperti “molasses” dapat memulihkan kondisi ternak itik yang menderita dalam 4 – 6 hari.
6. Mycosis
Penyakit mycosis pada itik terjadi karena itik secara tidak sengaja mengkonsumsi pakan yang sudah basi atau jamur yang tumbuh di lantai (litter) kandang. Itik yang keracunan jamur terlihat lesu, nafsu makan berkurang dan dalam beberapa hari berat badan merosot tajam. Bila tidak diketahui, itik akan mati dalam waktu seminggu.
Pencegahan dapat dilakukan dengan pemeliharaan kesehatan dan kebersihan kandang yang baik. Lantai kandang secara berkala dijemur dan diusahakan tidak lembab dan diberi kapur terutama pada musim hujan.
Pengobatan penyakit mycosis karena jamur bisa dilakukan dengan memberi antibiotika yang dicampurkan ke dalam air minum atau pakan itik.
7. Botulism
Penyakit botulism (limberneck) pada umumnya terjadi karena itik makan bangkai. Misalnya pemberian makanan daging bekicot yang sudah layu. Bangkai yang sudah berulat mengandung kuman yang berbahaya yaitu “clastrididium botulinium”. Kuman tersebut memproduksi racun.
Tanda-tanda itik yang terserang penyakit ini adalah leher itik seperti tidak bertulang, tidak tegap atau lunglai setelah itik memakan bangkai 1 – 3 hari. Beberapa jam kemudian setelah leher lunglai mengakibatkan kematian.
Pencegahan dilakukan dengan memelihara kesehatan lingkungan yang baik dan tidak memberi pakan yang sudah basi (bangkai). Bila masih memungkinkan ternak itik yang sakit dapat diberikan obat-obatan pencahar agar itik mencret dan kuman beserta racunnya dapat ikut keluar dari saluran pencernaan.
Pengobatan secara tradisional yang dapat membantu menyembuhkan yaitu dengan memberikan minyak kelapa satu sendok makan dan air minum yang bersih. Minyak kelapa akan membuat itik haus dan ingin minum sebanyak-banyaknya. Jika itik banyak minum, racun dalam darah itik akan encer dan daya kerjanya berkurang, dengan demikian angka kematian dapat dihindari.
8. Keracunan Garam
Penyakit keracunan garam umumnya terjadi bila air itik atau kolam air mengandung kadar garam yang tinggi, juga bila bahan baku pakan tertentu mengandung kadar garam yang tinggi.
Keracunan garam pada itik lebih sering terjadi di lokasi peternakan dekat pantai/tambak yang airnya tercemar garam.
Ternak itik tidak tahan terhdap garam yang berlebihan, konsentrasi 2% saja dalam ransum atau 4.000 ppm dalam air minum dapat menimbulkan kematian terhadap ternak itik.
B. Penyakit Menular
Penyakit menular pada itik merupakan penyakit yang disebabkan oleh : virus, bakteri atau kuman yang dapat ditularkan melalui kontak langsung atau melalui udara.
1. Fowl Cholera (kolera itik)
Penyakit ini disebabkan oleh bakteri “Pasteurella Avicia”. Kandang yang basah serta lembab dapat mempercepat penularan. Penyakit yang menyerang anak itik umur 4 minggu dapat menimbulkan kematian hingga 50%, sedangkan pada itik dewasa dapat menimbulkan kematian kurang dari 50%.
Gejala penyakit ini adalah : sesak nafas, pial bengkak dan panas, jalan sempoyongan. Itik yang terserang penyakit kolera yang akut akan meratap dan mengeluarkan suara yang nyaring dan keluar dari kelompoknya.
Keganasan penyakit ini dapat menyebabkan infeksi darah dan itik akan mengalami kematian secara mendadak.
Pencegahan dapat dilakukan dengan vaksinasi Fowl Cholera. Pengobatan bagi itik yang terserang pada tingkat awal dapat digunakan obat Choramphenicol, Tetracycline atau Preparat-preparat Sulfat.
2.Fowl Pox (Cacar)
Penyakit cacar ini menyerang itik pada segala umur dan penyebabnya adalah virus. Tanda-tanda penyakit ini adalah dengan munculnya benjolan-benjolan pada bagian badan itik yang tidak tertutupp bulu seperti kaki dan kepala. Penyakit cacar basah menyerang rongga mulut dan bentuk “diptherie” dan kematian terjadi karena itik kesulitan makan dan minum.
Pencegahan dapat dilakukan dengan cara vaksinasi yang disuntikan dibalik sayap itik. Pengobatan cacar kering berupa benjolan-benjolan dapat dilakukan dengan jalan mengelupasi benjolan-benjolan sampai berdarah kemudian diolesi dengan yodium tingture (6-10%).
3. White Eye (Mata Memutih)
Penyakit yang diduga disebabkan oleh virus ini menyerang itik pada segala umur dan yang paling peka adalah itik umur
kurang dari 2 bulan. Biasanya itik yang kurang vitamin A mudah terserang penyakit ini. Kandang yang lembab dan lantai (litter) yang basah juga memudahkan itik terserang penyakit ini.
Tanda-tanda anak itik yang terserang penyakit ini adalah : cairan putih bening keluar dari mata dan paruh, kotoran yang bening dalam beberapa jam berubah menjadi kekuning-kuningan, itik sulit bernafas, lemah dan akhirnya lumpuh. Bila sampai kejang-kejang, kematian tak bisa dihindari.
Pencegahan dan pengobatan bisa dilakukan daengan antibiotika yang dicampur air minum atau pakan. Antibiotika yang
sering digunakan adalah Oxytetracycline (terramycin) atau Chlortetracycline (aureomycins) dengan dosis 10 gram per 100 kg pakan atau 10 gram dalam 40 gallon air minum akan membantu mengontrol penyakit white Eye.
4. Coccidiosis
Coccidiosis adalah penyakit berak darah yang juga menyerang itik, gejala itik yang terserang penyakit ini adalah kurang nafsu makan, berat badan menurun drastis dan akhirnya lumpuh. Penularan melalui kotoran itik yang membawa coccida dan terjadi relatif cepat pada itik segala umur, tetapi yang banyak terserang adalah anak itik.
5. Coryza
Penyakit coryza disebut juga penyakit pilek menular. Penyebabnya adalah semacam mircro organisme. Penyakit ini biasanya terjadi pada awal pergantian musim. Penularannya sangat cepat yaitu melalui kontak langsung antara itik yang sakit dan itik yang sehat.
Tanda-tanda itik yang terserang penyakit pilek menular adalah keluarnya kotoran cair kental dari mata. Jadi penyakit ini mirip dengan penyakit White Eye. Anak itik umur 1 minggu sampai umur 2 bulan, merupakan itik yang sering terserang penyakit ini. Akan tetapi itik dewasa pun dapat pula terserang wabah penyakit coryza ini.
Pengobatan yang paling efesien adalah dengan menyuntikan “Streptomycin Sulphat” secara individual dengan dosis 0,4 gram rendah dengan patokan berat badannya. Penyuntikan dapat dilakukan sekali dalam sehari selama beberapa hari dengan dosis streptomycin setengah dari dosis di atas.
6. Salmonellosis
Penyakit salmonellosis menyerang itik pada segala umur dan dapat menyebabkan angka kematian hingga 50%. Penyebabnya adalah kuman “Salmonella Anatis”, melalui perantaraan lalat atau makanan atau minuman yang tercemar kuman tersebut.
Pencegahan, dapat dilakukan dengan menjaga kesehatan dan kebersihan kandang dan secara berkala dilakukan pembersihan kandang agar kandang terbebas dari kuman salmonella. Pengobatan dapat dilakukan dengan memberikan “Furazolidone”.
7. Sinusitis
Penyakit sinusitis dapat menyerang itik dewasa sehingga dapat menyebabkan kerugian yang tidak sedikit. Penyakit ini dikarenakan tata laksana pemeliharaan yang buruk, kekurangan mineral dalam pakan dan tidak tersedianya kolam untuk bermain. Akibatnya itik menjadi renta mendapat infeksi sekunder.
Tanda-tanda itik yang terserang penyakit ini adalah : terjadi pembengkakan sinus, dari lubang hidung keluar cairan jernih, sekresi mata menjadi berbuih, sinus yang membengkak menimbulkan benjolan di bawah dan didepan mata.
Pencegahan dapat dilakukan dengan tata laksana pemeliharaan yang baik. Pengobatan bagi iti yang sakit, adalah dengan menyuntikan antibiotika (streptomycin) ke dalam sinus yang sakit. Dosis pada itik dewasa adalah sebanyak 0,5 gram streptomycin yang dilarutkan ke dalam 20 cc aquadest. Larutan ini disuntikan ke dalam sinus. Untuk pengobatan yang lebih mudah, dosisnya dikurangi. Pengobatan seperti ini dilakukan sekali dalam 48 jam.
8.Aflatoksikosis
Aflatoksikosis yang menyerang itik pada umumnya disebabkan oleh “Aflatoksin” yang dihasilkan oleh “Asperqillus Flavus”. Aflatoksin menyerang hati, sehingga itik yang terserang penyakit ini hatinya membersar.
Tanda-tanda itik yang terserang penyakit ini adalah : kondisi sangat lemah, terjadi pendarahan di bawah kulit dan jari, terhuyun-huyun, akhirnya mati dalam posisi terlentang. Anak itik lebih muda terserang penyakit ini dibanding dengan itik dewasa.
Pencegahan bisa dilakukan dengan pemeliharaan kebersihan lingkungan kandang, penaburan kapur di lantai kandang, pembersihan kandang agar terbebas dari serangga. Pengobatan hanya dapat diusahakan dengan memberikan antibiotika yang dicampurkan dalam air minum atau pakan.
Demikianlah beberapa jenis penyakit yang dapat menyerang ternak itik serta cara pencegahan dan cara mengobati, semoga artikel ini dapat memberikan manfaat bagi para peternak, sekian dan terima kasih


Penyakit cacar pada ayam (Fowl Pox) dan Cara Mengobatinya

Penyakit cacar pada ayam (Fowl Pox)
Penyakit cacar pada ayam atau Fowl Pox yang sering juga disebut sorehead, avian dhypteria atau adalah penyakit cacar yang menyerang unggas terutama ayam. Pada bentuk kering angka kesakitan dan angka kematian rendah (1-2)%, tetapi pada bentuk basah angka kematian bisa mencapai 5%. Cacar ayam (Fowl Pox) merupakan penyakit infeksi yang penularanya sangat lambat. Pada ayam petelur umumnya menginfeksi pada saat mulai bertelur. Pada ayam pedaging menyebabkan pertumbuhan terhambat.

Penyebab Penyakit
Fowl Pox disebabkan oleh virus yang masuk dalam famili Poxviridae, genus avipox yang disebut virus fowl pox. Fowl Pox pada masing masing bangsa unggas disebabkan oleh strain virus yang berbeda-beda, tapi macam-macam strain viruds tersebut membentuk kekebalan silang meskipu tidak sempurna. virus Fowl Pox diketahui sangat immunogenik sehingga menimbulkan kekebalan yang lama. Virus ini dapat tumbuh dan berkembang biak dalam sel-sel kulit dan sel-sel selaput lendir. Pda keadan kering misalnya didalam keropeng yang terlepas virus dapat bertahan hidup 3-4tahun.

Gejala Penyakit
Terdapat 2 bentuk Fowl Pox, bentuk kering dan bentuk basah. Bentuk kering ditandai dengan bungkul-bungkul kecil berwarna keabu-abuan. Bungkul-bungkul ini kelihatan jelas pada kulit yang tidak berbulu. Lama-kelamaan bungkul mmembesar dan menjadi satu. akhirnya bungkul pecah dan menimbulkan keropeng. Pada bentuk basah akan ditemukan bungkul kecil berwarna putih didaerah mukosa saluran pernapasan dan saluran pencernaan. Bungkul-bungkul kecil tersebut cepat membesar dan warnanya menjadi kekuning-kuningan. JIka diperhatikan, bungkul tersebut membentuk massa seperti keju sehingga cacar bentuk basah sering disebut sebgai bentuk difteritik. Pembentukan bungkul pada saluran pernapasan akan menyebabkan sesak napas.

Penularan Penyakit

Masa inkubasi 6-14 hari. Penularan penyakit berlangsung 2-3 minggu. Penyakit menular secara horizontal dari ayam sakit ke ayam sehat. Virus masuk kedalam tubuh melalui kulit luka, kanibalisme, gigitan nyamuk atau insekta penghisap darah yang lain. Keropeng luka yang mengandung virus merupakan sumber penularan bagi ayam sehat baik secara langsung maupun tidak langsung.
Pengendalian penyakit
Pencegahan:
Vaksinasi. Vaksinasi cacar dianjurkan untuk dilakukan setelah ayam berumur 10 minggu. Vaksinasi pada umur kurang dari 10 minggu kekebalan yang timbul tidak cukup lama sehingga harus diulang pada umur 10 minggu. Vaksinasi dilakukan dengan metode wing web. Jarum khusus yang bermata dua dicelupkan kedalam larutan vaksin kemudian ditusukan pada daerah lipatan sayap yang direntangkan (pada bagian yang tipis yang tidak ada tulang dan pembuluh darahnya)
Usaha Peternakan dikelola dengan baik sehingga tercipta suasana nyaman bagi ayam, jumlah ayam dalam kandang tidak terlalu padat, liter jangan berdebu dan terlalu lemmbab. ventilasi kandang cukup dan sedapat mungkin dilakukan sistem all in all out.
Peralatan peternakan dicuci. Rendam dalam minimal 30 menit dengan antisep, majukan dan mundurkan jadwal desinfeksi jika harinya bertepatan dengan jadwal vaksinasi.

Pengobatan
Belum ditemukan obat yang dapat menyembuhkan penyakit Fowl Pox terutama bentuk basah. Usaha yang dapat dilakukan adalah menjaga supaya kondisi badan cepat membaik dan meningkatkan nafsu makan dengan memberikan vitamin. sedangkan untuk mencegah infeksi sekunder bisa dilakukan dengan memberikan antibiotik.


Penyakit Cacar pada Unggas/Fowl Pox/Fowl Diphteria
Merupakan salah satu penyakit unggas yang terdapat di Kabupaten Halmahera Utara. Penyakit ini adalah penyakit menular pada unggas yang ditandai dengan adanya bungkul-bungkul pada kulit atau lesi difteritik pada selaput lender mulut dan esophagus. Disebabkan oleh   Avipoxvirus-3 dari famili Poxviridae.
Gejala Klinis
  1. Masa Inkubasi sekitar 5-7 hari
  2. Pada kasus yang ringan nafsu makan dan minum masih baik. Tetapi pada kasus yang berat, penderita akan mengalami depresi, nafsu makan dan minum turun.
  3. Terdapat tiga bentuk pox berdasarkan lokasi lesi yaitu bentuk kulit, difteria dan bentuk roup.
  4. Bentuk kulit ditandai dengan adanya bungkul-bungkul cacar dengan ukuran yang sangat bervariasi pada pangkal paruh, kelopak mata, kepala, jengger, pial, kulit kaki dan jari kaki. Bungkul-bungkul tadi dapat menutupi mata penderita. Bentuk ini biasanya dijumpai pada ayam muda.
  5. Bentuk difteritik terdapat lesi yang berupa material seperti keju pada mukosa mulut, esophagus, larynx dan trachea.
  6. Bentuk roup ditandai dengan adanya lesi pada rongga hidung dan trachea sehingga sering menyebabkan gangguan pernapasan seperti pada penyakit snot.
Patologi Anatomi
  1. Adanya bungkul-bungkul cacar
  2. Pada mukosa mulut terdapat material difteritik berwarna putih keabu-abuan sampai kekuningan seperti keju. Lesi tersebut dapat meluas sampai esophagus atau trachea.
Epidemologi
  1. Penyakit ini menyerag berbagai jenis unggas dan bangsa burung
  2. Ayam muda, umur dibawah satu bulan sangat peka terhadap penyakit ini dan sering berakhir dengan kematian (karena kesulitan makan)
  3. Penyakit ditularkan secara kontak langsung antara penderita dengan ayam sehat, atau melalui serangga secara mekanis.
Diagnosa
  1. Diagnosa penyakit didasarkan pada gejala klinis dan patologi anatomi.
  2. Di laboratorium dengan melakukan isolasi virus cacar, pemeriksaan histopatologi (adanya badan inklusi yang bersifat eosinophilik intrasitoplasmik) dan uji serologi.

Diagnosa Banding
  1. Bentuk difteritik mirip dengan gejala ILT (Infectious Laryngotracheitis)
  2. Pada bentuk roup mirip dengan gejala Snot
Pengobatan
Pada dasarnya tidak ada pengobatan. Bungkul-bungkul cacar bisa diangkat selanjutnya di tempat bekas bungkul diolesi yodium. Cara ini dapat menolong.
Pencegahan dan Pengendalian
  1. Ayam penderita harus segera dipisahkan dari ayam yang sehat
  2. Kandang dan peralatan yang tercemar dibersihkan dan disuci hamakan dengan desinfektan atau disemprot dengan insektisida untuk mengurangi populasi lalat.
  3. Lakukan vaksinasi cacar pada anak ayam.


Mencermati Prinsip Pengobatan
Pemberian obat pada ayam yang terserang penyakit adakalanya memberikan hasil yang kurang memuaskan. Meskipun kita telah merasa yakin bahwa jenis obat yang kita berikan sesuai dengan penyakit yang menyerang. Tidak menutup kemungkinan juga, kita berasumsi bahwa kualitas obat yang diberikan tidak baik.
Penarikan kesimpulan mengenai kegagalan pengobatan hendaknya telah melewati serangkaian evaluasi dan analisis mengenai teknik maupun aplikasi pengobatan yang telah dilakukan. Mengingat, cara pemberian obat ini mempunyai andil yang besar terhadap efektivitas pengobatan. Obat dengan kualitas yang bagus tidak akan bisa bekerja secara optimal jika ada kesalahan pada teknik aplikasinya. Akibatnya sasarannya tidak tepat atau cara kerja obat tidak optimal sehingga penyakit tidak bisa diatasi. Ada hal yang perlu kita ketahui, cara pemberian obat sangat berpengaruh pada stabilitas obat, kadar obat yang diserap tubuh, kecepatan menghasilkan efek dan lama pengobatan yang notabene menjadi faktor penting yang diperlukan oleh obat untuk melepaskan khasiatnya.
Keberhasilan pengobatan dipengaruhi oleh banyak faktor. Oleh karenanya pengobatan lebih cocok disebut sebagai seni daripada teknik pengobatan.

Prinsip Pengobatan

Prinsip pengobatan menjadi parameter yang harus diketahui dan dipahami saat kita melakukan pengobatan. Penerapan salah satu prinsip pengobatan ini yang kurang sesuai akan berpengaruh pada tingkat keberhasilan pengobatan, tidak menutup kemungkinan akan mengakibatkan kegagalan pengobatan. Jenis obat yang sesuai dengan penyakit, obat mampu mencapai lokasi kerja atau organ sakit, obat tersedia dalam kadar yang cukup dan obat berada dalam waktu yang cukup menjadi 4 prinsip pengobatan.
  • Obat sesuai dengan jenis penyakit yang menyerang
Setiap obat mempunyai efek yang berbeda dan spesifik terhadap setiap penyakit. Pemilihan obat yang tepat menjadi tahapan pertama yang menentukan keberhasilan pengobatan. Bagaimanapun baiknya cara pemberian obat, tetapi bila kita salah dalam memilih jenis obat, maka bukan suatu keniscayaan efek pengobatan tidak akan optimal.
Pemilihan obat untuk mengatasi CRD harus disesuaikan dengan sifat Mycoplasma gallisepticum yang tidak memiliki dinding sel

Tidak semua obat dapat digunakan untuk mengatasi serangan CRD. Contohnya pemberian ampisilin atau amoksilin tidak dapat mengatasi serangan CRD. Hal ini disebabkan bakteri CRD, Mycoplasma gallisepticum tidak mempunyai dinding sel yang berperan sebagai reseptor ampisilin. Sebaliknya, obat yang cocok untuk mengobati penyakit CRD ialah doksisiklin yang memiliki kemampuan menghambat sintesis protein pada reseptor yang terdapat pada M. gallisepticum (ribosom 30S).

  • Obat mampu mencapai lokasi kerja atau organ sakit
Obat yang diberikan harus mampu mencapai target organ, lokasi kerja atau organ sakit sehingga obat bisa berkerja secara tepat dan optimal. Pemilihan rute pengobatan menjadi hal yang penting untuk memastikan obat dapat mencapai organ atau lokasi kerja yang diinginkan. Untuk mengobati penyakit infeksi pernapasan yang parah dengan efek pengobatan yang segera maka rute parenteral, secara suntikan atau injeksi menjadi pilihan utama. Namun bila tidak tersedia sediaan parenteral maka sediaan oral melalui cekok atau air minum dengan kandungan obat yang memiliki efek sistemik dapat menjadi alternatif pilihan, seperti obat dari golongan fluoroquinolon atau penisilin.

Aplikasi obat hendaknya dilakukan secara tepat agar bisa mencapai target organ
Melalui pemilihan dan pengaplikasian rute pengobatan yang benar akan meminimalisasi kemungkinan obat rusak maupun tereliminasi dari tubuh ayam sebelum mencapai organ target.

  • Obat tersedia dalam kadar yang cukup
Obat akan menghasilkan efek pengobatan yang optimal saat konsentrasi atau kadarnya di dalam tubuh ayam mencapai kadar minimum atau Minimum Inhibitory Concentration (MIC). Sebelum obat mencapai kadar MIC, obat tidak akan bekerja menghasilkan efek pengobatan.
Kadar obat di dalam tubuh dipengaruhi oleh kondisi alamiah tubuh ayam sendiri, dimana ayam mempunyai respon yang berbeda terhadap obat yang dimasukkan ke dalam tubuhnya. “Nasib” obat di dalam tubuh ayam dapat diketahui melalui uji farmakokinetik. Hasil uji farmakokinetik tersebut digunakan oleh apoteker dan dokter hewan sebagai dasar penentuan dosis sehingga obat dapat mencapai organ target dalam jumlah yang cukup melalui rute pengobatan tertentu.

  • Obat berada dalam waktu yang cukup
Secara alami, kadar obat di dalam tubuh akan berkurang dalam jangka waktu tertentu. Ada parameter penting yang berhubungan dengan kecepatan eliminasi obat, yaitu waktu paruh.
Waktu paruh yang diberi simbol T1/2 merupakan waktu yang diperlukan tubuh untuk mengeliminasi obat sebanyak 50% dari kadar semula. Obat dengan T1/2 pendek akan berada di dalam tubuh lebih singkat dibanding dengan yang mempunyai T1/2 panjang. Pada aplikasinya, obat dengan T1/2 pendek perlu diberikan dengan interval waktu lebih pendek, misalnya diberikan 2-3 kali sehari untuk mempertahankan kadar efektif di dalam darah. Sulfadimethoxine dan sulfamonomethoxine merupakan antibiotik dengan T1/2 yang panjang sedangkan antibiotik lainnya seperti tetrasiklin, penisilin memiliki T1/2 yang pendek.

Rute Pemberian Obat

Obat dapat diberikan pada ayam melalui 3 rute, yaitu oral (melalui saluran pencernaan), parenteral/suntikan atau secara topikal (dioles). Pemilihan rute pemberian obat ini disesuaikan dengan jenis obat yang digunakan, jenis penyakit yang diobati, jumlah ayam, tingkat keparahan penyakit dan lama waktu obat tersebut diberikan.

  • Oral
Rute pemberian obat secara oral dilakukan melalui mulut (saluran pencernaan) baik secara cekok, campur ransum atau air minum. Contoh sediaan obat yang diberikan secara oral ialah serbuk larut air atau campur ransum, kaplet atau kapsul. Obat yang diberikan secara oral akan bekerja dengan cara langsung membunuh agen penyakit di saluran pencernaan atau diserap melalui usus untuk kemudian didistribusikan ke organ tubuh yang terinfeksi.
1. Air minum
    Berdasarkan pengamatan kami, pada peternakan unggas 95% obat diberikan melalui oral, via air minum dan selebihnya, yaitu 5% obat diberikan secara parenteral atau suntikan (Technical Service Medion, 2006). Hal ini karena aplikasi obat via air minum relatif mudah, cepat dan bisa diberikan secara masal (jumlah banyak).


    Agar pencampuran obat melalui air minum mampu memberikan efek pengobatan yang optimal perlu sekiranya kita memperhatikan beberapa hal berikut :
    1. Air sadah dan adanya kandungan logam berat seperti besi, dapat mengurangi efektivitas antibiotik golongan fluorokinolon dan tetrasiklin
    2. Derajat keasaman (pH) terlalu ekstrem (pH < 6 atau pH > 8). Obat sulfa akan mengendap bila dilarutkan ke dalam air dengan pH terlalu rendah (pH < 5)
    3. Sinar matahari langsung dapat mengurangi stabilitas obat di dalam larutan. Oleh karena itu larutan obat hendaknya dibuat segar dan diletakkan pada tempat yang tidak terkena sinar matahari langsung
    4. Konsumsi air minum setiap ayam berbeda-beda sehingga jumlah obat yang masuk ke dalam tubuh setiap ayam tidak sama. Hal ini dapat diminimalisasi dengan penyediaan tempat air minum yang sesuai dengan jumlah ayam

    Sebuah percobaan telah kami lakukan untuk melihat efek konsumsi air minum yang berfluktuasi. Trial dilakukan pada ayam petelur umur 22 minggu yang diberi obat enrofloksasin 50 mg/l (10 mg/kg berat badan) selama 5 hari berturut-turut. Akibat konsumsi air minum yang berfluktuasi antara 190 - 255 ml/hari maka dosis obat yang masuk ke dalam tubuh ayam berkisar 9-13 mg/kg berat badan. Oleh karena itu, sudah selayaknya kita selalu mengevaluasi water intake selama proses pengobatan. Pastikan air minum yang dicampur obat habis dikonsumsi ayam, jika tidak maka pada hari berikutnya kurangi jumlah air minum yang digunakan untuk melarutkan obat (note : tanpa mengurangi jumlah obat yang harus dilarutkan).
    Praktek pemberian obat melalui air minum seringkali berbeda-beda antar peternak. Idealnya obat diberikan selama 24 jam atau minimal 12 jam dengan maksimal obat dikonsumsi habis selama 4-6 jam setelah obat dilarutkan. Contoh pola pemberian obat yang ideal yaitu 2 kali sehari, pelarutan obat ke-1 untuk dikonsumsi pagi-siang hari (misalnya pukul 07:00-12:00) dan pelarutan obat ke-2 untuk dikonsumsi siang-malam hari (misalnya 12:00-17:00) sedangkan pada malam-pagi diberi air minum biasa.
    Grafik 3 menunjukkan hasil trial pemberian obat yang dilakukan 2 kali sehari dengan menggunakan dosis berat badan maupun air minum, yaitu pukul 07:00-12:00 WIB dan 12:00-16:00 WIB selanjutnya diberi air minum biasa. Pemberian obat baik berdasarkan dosis berat badan maupun air minum memberikan efek pengobatan yang relatif sama, yaitu pada hari ke-5 pengobatan ayam sembuh dari sakit. Hal yang perlu diingat jika kita menggunakan dosis berdasarkan air minum ialah jumlah air minum yang digunakan untuk menghitung kebutuhan obat merupakan konsumsi air minum ayam selama 24 jam bukan konsumsi air minum ayam saat pemberian obat. Atau lebih amannya bisa memakai dosis berat badan, dimana tidak tergantung dengan jumlah konsumsi air minum. Caranya dengan mengubah dosis berdasarkan air minum yang tertulis di etiket atau leaflet, misalnya 1 g per 2 l air minum menjadi 1 g per 10 kg berat badan (dengan rumus konversi 2 l air minum dikonsumsi oleh 10 kg ayam).

    Pemberian antibiotik melalui air minum sebaiknya tidak dilakukan dalam 1 x pemberian dalam waktu yang terlalu singkat (misalnya selama 2 jam), terlebih lagi untuk obat yang mempunyai T1/2pendek, contohnya ampisilin. Alasannya kadar obat tersebut di dalam darah akan cepat turun setelah pemberian selama 2 jam dan gagal mencapai konsentrasi minimal (MIC) sehingga obat tidak bekerja optimal. Vitamin A setelah dilarutkan di dalam air minum dapat berkurang kadarnya sebanyak 50% dalam waktu 6 jam. Oleh karenanya perlu penanganan sedemikian rupa (misalnya vitamin diberikan selama 2 jam) agar vitamin tidak rusak selama pemberian.
    Jumlah dan distribusi tempat minum yang berisi obat juga harus diperhatikan. Jangan sampai ada ayam yang kesulitan atau tidak bisa memperoleh obat dalam kadar yang cukup. Selain itu, atur waktu pelarutan obat, hendaknya tidak lebih dari 4-6 jam agar potensi obat optimal.

    2. Ransum
    Pemberian obat melalui ransum relatif jarang dilakukan. Biasanya obat yang diberikan melalui ransum merupakan obat yang tidak larut dalam air minum, contohnya ialah Levamid yang diberikan melalui ransum.

    3. Cekok
    Aplikasi cekok merupakan teknik pengobatan secara individual. Jenis sediaan obat yang diberikan secara cekok antara lain bentuk kapsul atau kaplet dan larutan. Teknik aplikasi ini kurang sesuai jika diterapkan pada populasi yang banyak, lebih cocok diaplikasikan pada kasus penyakit yang individual. Meskipun kelebihan teknik aplikasi ini ialah dosis obat lebih terjamin.

    • Parenteral
    Pada unggas (ayam), teknik pemberian obat ini seringkali dilakukan secara suntikan subkutan di bawah kulit (leher bagian bawah) atau suntikan intramuskuler (tembus daging atau otot) pada paha atau dada. Selain kedua teknik tersebut, pemberian obat injeksi juga bisa diaplikasikan dengan cara suntikan intravena atau langsung pada pembuluh darah. Namun, teknik aplikasi ini relatif jarang bahkan tidak pernah diterapkan pada unggas (ayam).
    Sama halnya dengan vaksinasi, obat juga bisa diberikan secara suntikan subkutan maupun intramuskuler

    Teknik ini akan menghasilkan efek pengobatan yang relatif cepat karena tidak melalui proses absorpsi di saluran pencernaan yang relatif lama. Keuntungan lainnya ialah dosis lebih terjamin, tepat dan efeknya cepat. Namun, aplikasi teknik ini menyebabkan tingkat stres ayam relatif tinggi dan membutuhkan waktu lebih lama dalam pengobatan. Selain itu, alat suntik yang digunakan haruslah steril dan jarum suntik hendaknya diganti setiap penyuntikan 300-500 ekor agar tetap tajam.

    • Topikal
    Topikal atau pemberian obat secara lokal adalah pengobatan obat yang diaplikasikan dengan cara dioleskan atau cara lain secara langsung pada kulit, mata, hidung atau bagian tubuh eksternal lainnya. Contoh obat topikal adalah serbuk antibiotik atau salep yang digunakan untuk mencegah infeksi pada luka serta sediaan cair yang digunakan pada mata. Cil dan Anti Pick merupakan produk Medion yang diaplikasikan secara oles.

    Suatu jenis obat ada yang dapat diberikan melalui berbagai teknik pemberian obat, namun ada juga yang hanya khusus diberikan melalui satu macam cara saja. Contohnya vitamin dapat diberikan melalui air minum, ransum dan injeksi intramuskuler, namun gentamisin (antibiotik) hanya dapat diberikan melalui injeksi baik intramuskuler maupun subkutan karena tidak dapat diserap di saluran pencernaan. Untuk memastikan cara pemberian peternak dapat memeriksa jenis sediaan dan aturan pakai yang tercantum pada etiket atau leaflet.

     

    Perlu Dihindari

    Pemberian obat, terutama melalui air minum hendaknya tidak dicampur dengan desinfektan. Hal ini disebabkan pencampuran tersebut akan menurunkan bahkan merusakan obat. Contohnya ialah iodin (Antisep, Neo Antisep) atau klorin akan mengoksidasi antibiotik atau vitamin, sedangkan quats (Medisep, Mediklin) bisa mengendapkan obat dengan kandungan sulfonamida.
    Kualitas air yang tidak sesuai standar jika digunakan untuk melarutkan obat akan mengakibatkan penurunan potensi obat. Oleh karena itu, pastikan kualitas air melalui pengujian laboratorium sebelum digunakan untuk melarutkan obat. Medion menyediakan fasilitas untuk pengujian air minum dengan parameter uji fisik, kimia maupun biologi.
    Pencampuran atau kombinasi obat sebaiknya juga dihindarkan, terlebih lagi pencampuran antibiotik yang tidak tepat akan mengakibatkan rusaknya obat tersebut. Alangkah lebih baiknya jika kita menggunakan produk obat jadi yang dihasilkan dari perusahaan obat hewan. Sebagai contohnya Amoxitin dengan kandungan penisilin tidak boleh dicampur dengan Tyfural yang mengandung antibiotik golongan makrolida. Hal ini disebabkan kedua golongan antibiotik tersebut memiliki sifat yang berbeda. Penisilin bersifat bakterisidal (menghambat) dan makrolida bersifat bakterisid (membunuh). Kombinasi kedua golongan antibiotik ini akan mengakibatkan penurunan potensi obat, kecuali jika target kerja antibiotik tersebut berbeda.

    Pendukung Keberhasilan Pengobatan

    Setelah kita memperhatikan dan menerapkan ke-4 prinsip pengobatan tersebut, agar efek pengobatan menjadi lebih optimal perlu didukung dengan pelaksanaan manajemen pemeliharan secara baik dan penerapanbiosecurity secara ketat. Pemberian multivitamin maupun elektrolit setelah aplikasi obat juga dapat membantu mempercepat kesembuhan ayam.
    Saat efek pengobatan mengalami kegagalan atau tidak optimal maka kita bisa mengevaluasi beberapa hal berikut :
    • Ketepatan diagnosa penyakit
    • Jenis obat yang dipilih hendaknya sesuai dengan penyakit yang menyerang
    • Tepatnya dosis obat yang diberikan
    • Rute pemberian obat haruslah sesuai dengan jenis obat maupun lokasi kerja (organ target)
    • Hindari kombinasi obat yang bersifat antagonis
    • Kompleksitas penyakit
    • Tingkat keparahan penyakit
    • Resistensi antibiotik dan perlunya dilakukan rolling pemakaian antibiotik
    • Penerapan manajemen pemeliharaan dan program biosecurity yang kurang tepat
    Obat yang diberikan pada ayam hendaknya tidak monoton atau satu jenis obat diberikan terus-menerus untuk mengatasi suatu penyakit karena dapat memicu terjadinya resistensi. Oleh karena itu, lakukan rollingpemberian obat, misalnya setiap 3-4 periode pemeliharaan. Selain itu, dosis dan aturan pakai yang tidak sesuai (dosis kurang) dengan yang tercantum dalam leaflet atau etiket produk juga dapat mengakibatkan terjadinya resistensi.
    Bila peternak telah menerapkan cara pemberian obat sesuai dengan praktek yang benar, tapi ayam tidak kunjung sembuh sebaiknya berkonsultasi lebih lanjut dengan dokter hewan atau tenaga lapangan untuk memastikan penyebab ketidakberhasilan pengobatan. Mengingat banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan pengobatan. Pengobatan akan lebih efektif dan efisien jika ditunjang dengan diagnosa yang tepat, tata laksana kandang yang baik dan penerapan biosecurity yang ketat.



    Gangguan Pencernaan Akibat Infeksi Bakteri| Print |
    Kecukupan nutrisi tubuh ayam berpengaruh besar terhadap produktivitas dan hal itu sangat berkaitan erat dengan fungsi kerja saluran pencernaan. Saluran pencernaan yang berfungsi secara optimal akan mampu memaksimalkan nilai pemanfaatan ransum melalui proses pencernaan dan penyerapan nutrisi. Namun bagaimana jika organ dan saluran pencernaan mengalami gangguan baik karena faktor infeksius maupun non infeksius? Dalam kesempatan ini akan kami jabarkan bahasan tentang gangguan pencernaan ayam, terutama akibat infeksi bakterial (oleh bakteri,red).

    Dampak akibat Gangguan Pencernaan
    Kerugian utama adanya gangguan pada organ dan saluran pencernaan ayam tentunya berupa terganggunya penyerapan nutrisi yang berdampak pada hambatan pertumbuhan dan penurunan produksi telur. Mortalitas dan morbiditas ayam juga akan meningkat. Gangguan pencernaan akibat infeksi bakterial misalnya akan menyebabkan saluran pencernaan tidak dapat bekerja dengan baik. Hal lain berakibat pada terjadinya immunosuppresif. Beberapa mekanisme terjadinya immunosuppresif ini ialah :
    • Kerusakan jaringan mukosa usus menyebabkan proses pencernaan dan penyerapan zat nutrisi tidak optimal. Akibatnya terjadi defisiensi nutrisi sehingga pembentukan antibodi terganggu
    • Mukosa usus dan seka tonsil merupakan bagian dari sistem kekebalan lokal di saluran pencernaan. Kerusakan kedua organ ini mengakibatkan ayam lebih rentan terinfeksi penyakit lainnya
    • Di sepanjang jaringan mukosa usus terdapat jaringan limfoid penghasil antibodi (IgA), dimana IgA tersebut akan terakumulasi di dalam darah. Kerusakan mukosa usus akan mengakibatkan keluarnya plasma dan sel darah merah sehingga kadar IgA, sebagai benteng pertahananan di lapisan permukaan usus pun menurun

    Gangguan Pencernaan Akibat Infeksi Bakteri
    Sepanjang tahun 2010, kasus-kasus penyakit yang berdampak pada gangguan saluran pencernaan ayam cukup tinggi bermunculan di lapangan, baik pada ayam pedaging maupun ayam petelur. Penyakit seperti necrotic enteritis terutama menyerang usus ayam, sedangkan penyakit bakterial lain seperti colibacillosis, kolera dan pullorum merusak hampir semua sistem organ dari tubuh ayam, tidak terkecuali organ pencernaan. Dari data yang dihimpun oleh tim Technical Service Medion (2010), diketahui bahwa penyakit colibacillosis, kolera dan pullorum masih sering menyerang di peternakan. Sebagian kasus penyakit pencernaan tersebut bersifat oportunis. Artinya bahwa secara normal mikroorganisme penyebab penyakit ada di dalam usus dalam jumlah yang terkendali, akan tetapi saat kondisi ayam menurun akibat stres dll, mikroorganisme tadi bisa berkembang menjadi patogen.
    Melihat kondisi cuaca yang seringkali berubah secara drastis saat ini, kondisi tubuh ayam cenderung menurun akibat stres dan pertahanan tubuhnya menjadi tidak optimal sehingga semakin memperbesar peluang munculnya penyakit. Hal itu terutama sangat sensitif terjadi di masa brooding, dimana peternak kurang memperhatikan dinamika suhu. Tidak optimumnya kondisi di masa brooding akan berakibat tidak optimalnya pertumbuhan periode selanjutnya dan ayam rentan terhadap penyakit.
    Tabel 1. Persentase Penyakit Ayam Pedaging 2010
     
    Tabel 2. Persentase Penyakit Ayam Petelur di 2010

    Musim hujan yang masih terjadi disebagian besar wilayah Indonesia pun secara tidak langsung berperan dalam menyebarkan bibit penyakit ke peternakan. Penyebaran bibit penyakit bisa melalui litter, feses dan air minum ayam yang terkontaminasi bibit penyakit.
    Berikut penjelasan beberapa penyakit bakterial yang berdampak pada gangguan pencernaan :
    • Infeksi Bakteri Clostridium sp.
      Berbagai bakteri Clostridium sp. secara luas banyak terdapat di tanah dan air. Banyak pula spesiesClostridium yang hidup normal dalam saluran pencernaan ayam. Necrotic enteritis (NE) merupakan penyakit yang disebabkan oleh Clostridium perfringens tipe A atau C dan menyebabkan kerusakan di saluran percernaan, terutama di usus.
    Usus halus yang terinfeksi NE
    Sumber : www.csiro.au
    Semua jenis ayam pada semua umur dapat terinfeksi NE namun paling sering menyerang umur 2-6 minggu pada ayam petelur dan umur 2-5 minggu pada ayam pedaging (Technical Service, 2010). Secara normal, di dalam usus ayam sehat terdapat bakteri C. perfringens dalam jumlah yang aman (tidak menyebabkan terjadinya outbreak penyakit, red). Saat kondisi ayam buruk dan didukung dengan kondisi lingkungan yang tidak nyaman (tantangan agen penyakit banyak,red) maka outbreak NE dapat terjadi.
    Munculnya kasus NE biasanya dipicu oleh serangan koksidosis. Koksidiosis merupakan penyakit parasit yang disebabkan oleh protozoa (bersel tunggal) dari genus Eimeria sp. Saat koksidiosis menyerang, akan terjadi perdarahan dan kerusakan jaringan ileum (usus halus) serta peningkatan penguraian air tubuh sehingga dihasilkan banyak oksigen. Meningkatnya oksigen akan memicu bakteri aerob, seperti C. perfringens meningkat populasinya dan berlanjut dengan serangan necrotic enteritis. Penggantian ransum secara mendadak dan penggunaan beberapa jenis bahan baku ransum, seperti tepung ikan, gandum danbarley yang melebihi batas juga dapat mempercepat peningkatan populasi C. perfringens di dalam usus. Kerusakan usus oleh koksidiosis, menyebabkan usus tidak dapat bekerja menyerap nutrisi sehingga terjadi akumulasi nutrisi di dalam usus. Nutrisi tersebut kemudian dimanfaatkan oleh bakteri C. perfringens untuk berkembangbiak meningkatkan populasinya.
    Infeksi NE diawali dengan gejala klinis penurunan nafsu makan, depresi, bulu berdiri, ayam terlihat bergerombol dan diare. Infeksi NE juga ditandai oleh feses agak encer berwarna merah kecoklatan (seperti warna buah pepaya) disertai dengan cairan asam urat yang keluar bersama feses. Kadang feses juga bercampur dengan sejumlah material ransum yang tidak tercerna secara sempurna.
    Dari hasil bedah bangkai akan ditemukan adanya nekrosa pada mukosa usus halus dan terjadi perubahan dimana usus menjadi rapuh dan mengalami distensi (penggelembungan) akibat pembentukan gas dan kadang dijumpai perdarahan. Selain kerusakan pada usus, NE juga dapat mengakibatkan hati mengalami pembengkakan, keras, pucat dan terdapat bintik-bintik. Kantung empedu juga membesar dan rapuh.

    • Infeksi Escherichia coli
      Infeksi Escherichia coli (E. coli) pada ayam dikenal dengan istilah colibacillosis. Bakteri E.coli merupakan bakteri yang normal hidup pada saluran pencernaan ayam dan dari jumlah tersebut 10-15% merupakan E. coli yang berpotensi menjadi patogen. Colibacillosis dapat berperan sebagai infeksi primer maupun sekunder mengikuti serangan penyakit yang lain, seperti CRD dan korisa. Jika dilihat dari umur serangan, maka pada ayam pedaging, colibacillosis lebih sering menyerang di umur 22-28 hari, sedangkan pada ayam petelur di umur > 3 minggu (Technical Service Medion, 2010).
      Bakteri E. coli tinggi konsentrasinya di dalam feses yaitu sekitar 106 tiap gram feses. Bakteri E. colitersebut kemudian menyebar dan mengkontaminasi debu, litter dan air minum. Penyebaran E. coli melalui air minum memang lebih dominan dan menjadi sorotan karena air minum merupakan media yang mudah membawa E. coli masuk ke dalam tubuh ayam.
    Coligranuloma yang menyerang usus ayam
    Sumber : Dok. Medion
    Infeksi colibacillosis bisa bersifat lokal atau sistemik dengan berbagai bentuk. Bentuk infeksi lokal colibacillosis terdiri dari omphalitiscellulitis, diare dan salpingitis. Sedangkan bentuk infeksi sistemik colibacillosis terdiri dari colisepticemiapanopthalmitismeningitis dan coligranuloma. Dari semua bentuk colibacillosis tersebut yang lebih spesifik menyerang saluran pencernaan ialah bentuk diare dancoligranuloma.
    Salah satu gejala klinis infeksi E. coli pada ayam yang dapat diamati adalah adanya diare berwarna kuning. Gejala klinis tersebut diikuti pula oleh perubahan patologi anatomi, dimana pada colibacillosis bentuk diare ditemukan usus yang mengalami peradangan (enteritis), sedangkan pada coligranulomaditemukan adanya granuloma (bungkul-bungkul) pada hati, sekum, duodenum dan penggantung usus.

    • Infeksi Pasteurella multocida
      Infeksi Pasteurella multocida pada ayam sering dikenal dengan penyakit kolera (fowl cholera). Dari penanganan kasus di lapangan oleh Technical Service Medion (tahun 2010) dilaporkan bahwa kolera menempati peringkat 1 pada ranking penyakit ayam petelur dan sering menyerang diumur > 35 minggu. Mortalitas dan morbiditas kolera berkisar antara 0- 20%. Kejadian kolera unggas di Indonesia lebih bersifat sporadik. Ledakan penyakit ini sangat erat hubungannya dengan berbagai faktor pemicu stres seperti fluktuasi suhu, kelembaban, pindah kandang, potong paruh, perlakuan vaksinasi yang tidak benar, transportasi, pergantian ransum yang mendadak serta penyakit immunosuppressive.
    Peradangan usus (enteritis) akibat kolera
    Sumber : Dok. Medion
    Gejala klinis kolera terlihat dari penurunan nafsu makan, lesu, bulu mengalami kerontokan, diare yang awalnya encer kekuningan, lama-kelamaan akan berwarna kehijauan disertai mucus (lendir), peningkatan frekuensi pernapasan, daerah muka, jengger dan pial membesar.
    Perubahan patologi anatomi yang ditimbulkan oleh penyakit ini bervariasi sesuai dengan derajat keparahannya. Pada kolera bentuk akut, terlihat berupa perdarahan petechial pada berbagai organ visceralterutama pada jantung, hati, paru-paru, lemak jantung maupun lemak abdominal. Selain itu juga sering ditemukan perdarahan berupa petechial dan ecchymosis pada mukosa usus. Hal ini disebabkan pecahnya pembuluh darah kapiler akibat aktivitas endotoksin. Hati juga akan terlihat membesar dan terdapat bintik putih. Untuk kolera bentuk kronis, ditandai dengan adanya infeksi lokal yang dapat ditemukan pada persendian tarsometatarsusbursa sternalis, telapak kaki, rongga peritonium dan oviduk.

     
    Salah satu serangan kolera mengakibatkan hati membengkak dan terdapat bintik putih
    Sumber : Dok. Medion
    • Infeksi Salmonella sp.
      Infeksi ayam oleh Salmonella sp. bisa mengakibatkan timbulnya beberapa penyakit yaitu avian paratyphoid,fowl typhoid dan pullorum. Diantara ketiga jenis penyakit tersebut, pullorum merupakan penyakit yang lebih sering menginfeksi, terutama pada ayam pedaging. Penyakit pullorum ini identik dengan berak kapur dan sering menyerang pada anak ayam.
    • Kotoran putih pada dubur anak ayam pada kasus pullorum
      Sumber : anonymous
      Kematian bisa mencapai 80% dan puncak kematian pada umur 2-3 minggu setelah menetas. Dari gejala klinis, ayam akan terlihat ngantuk, lemah, kehilangan nafsu makan dan diikuti dengan kematian mendadak. Anak ayam kerapkali “menciap” kesakitan ketika sedang buang kotoran. Kotoran tersebut berwarna putih menyerupai kapur (pasta) dan terkadang menempel pada dubur ayam. Perubahan bedah bangkai akan terlihat adanya nekrosis (kematian jaringan) pada hati serta terkadang hati mengalami pembengkakan. Pada saluran pencernaan tampak bintik-bintik putih terutama pada mesenterium (penggantung usus,red) dan otot ventrikulus. Adanya komplikasi dengan CRD atau korisa menyebabkan ayam menunjukkan gejala klinis berupa gangguan pernapasan seperti ngorok dan keluar lendir dari hidung.
    Bungkul putih pada usus akibat infeksi Salmonella sp.
    Sumber : anonymous

    Penularan Penyakit Pencernaan
    Penyakit infeksi saluran pencernaan oleh bakteri dapat menular secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung melalui kontak dengan ayam sakit, sedangkan secara tidak langsung melalui kontak dengan pekerja kandang atau peralatan (alat-alat kandang, ransum, air minum dll) yang tercemar oleh bakteri. Pada kasus pullorum, penyakit dapat ditularkan secara vertikal yaitu melalui telur kemudian menyebar dalam mesin penetasan dan meluas sesuai dengan distribusi anak ayam yang ditetaskan dari mesin penetas yang tercemar tersebut.
    Pada kasus penularan secara tidak langsung, bibit penyakit masuk ke dalam tubuh ayam diawali dengan tertelannya bakteri tersebut bersama ransum atau air minum yang terkontaminasi. Kemudian bakteri dalam tubuh ayam (saluran pencernaan) memperbanyak diri dalam usus, menembus dinding usus dan masuk ke dalam aliran darah. Bakteri dalam darah akan berkembang sampai menjadi septikemia (bertahannya bakteri dalam darah) yang merupakan ciri dari kejadian infeksi penyakit akut.
    Bakteri yang terdapat di dalam usus dapat menyebabkan peradangan dan penghancuran lapisan usus. Selain itu, bakteri juga akan menghasilkan toksin yang dapat mengganggu proses penyerapan nutrisi oleh usus dan mengakibatkan peningkatan peristaltik usus, yang akhirnya terjadilah gejala diare.
    Bakteri yang secara normal berada di dalam saluran pencernaan ayam pun bisa ikut menginfeksi. Hal ini dipicu oleh kondisi ayam yang menurun, sedangkan bakteri terus bertambah konsentrasinya. Konsentarsi bakteri yang tinggi dalam usus bisa dikeluarkan melalui feses dan dapat menginfeksi ayam lain.

    Tindakan Pengobatan dan Penanganan
    Tindakan pengobatan yang dapat dilakukan jika ayam sudah terlanjur terserang penyakit infeksi saluran pencernaan di atas, antara lain :
    • Segera pisahkan ayam yang positif terinfeksi NE, colibacillosis, kolera dan pullorum tersebut
    • Untuk mengatasi serangan NE, obati dengan AmpicolDoxytinKoleridin atau Neo Meditril. Sedangkan saat terjadi komplikasi antara NE dan koksidiosis, obat yang dapat diberikan antara lain Therapy atauDuoko
    • Untuk menangani colibacillosis, obat yang dapat digunakan diantaranya AmpicolAmoxitinColiquin,Neo MeditrilProxan-STycotilTherapy atau Trimezyn (pilih salah satu)
    • Pada kasus serangan pullorum, dapat dilakukan pengobatan dengan memberikan Proxan-SKoleridin,TherapyTrimezyn-S atau Vita Tetra Chlor (pilih salah satu) yang diberikan sesuai dosis dan aturan pakai
    • Untuk kasus infeksi kolera, lakukan tindakan pengobatan berdasarkan tingkat keparahan penyakit, jumlah populasi ayam dan umur kejadian penyakit. Untuk kasus kolera ringan, dapat diberikan antibiotik yang dapat diaplikasikan melalui air minum seperti AmoxitinProxan-S atau Coliquin. Sedangkan jika kejadian kolera sudah parah maka pilihlah antibiotik yang diberikan secara suntikan seperti GentaminMedoxy LA,Medoxy-L atau Vet Strep
    • Untuk semua kasus penyakit, setelah dilakukan pengobatan, berikan vitamin seperti Vita StressFortevitatau Vita Strong untuk membantu mempercepat proses kesembuhan (recovery)





    No comments:

    Post a Comment