JAMU SEBAGAI FEED ADDITIVE DAN FEED SUPLEMENT UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI DAN KESEHATAN BROILER
Oleh : Ir. Zumrotun, MP (Widyaiswara PPPPTK Pertanian)
Pendahuluan
Ramuan obat tradisional dari bahan alami tumbuh-tumbuhan telah digunakan secara turun temurun oleh nenek moyang kita untuk menjaga stamina dan mengobati beberapa jenis penyakit. Ramuan tradisional tersebut sering dikenal dengan istilah jamu. Saat kini jamu tidak hanya digunakan untuk manusia saja, tetapi pemberian jamu sudah mulai dikenal di kalangan peternak unggas. Mereka memanfaatkan beberapa tanaman obat sebagai obat tradisional untuk ternaknya sebagai pengganti obat-obatan buatan pabrik yang dirasa cukup mahal terutama bagi peternak skala menengah ke bawah.
Semenjak krisis moniter sampai masa kini harga obat-obatan buatan pabrik dirasakan peternak cukup mahal. Disisi lain pengurangan dosis atau tanpa pemberian obat, vitamin maupun vaksin dalam pemeliharaan ayam broiler akan menimbulkan suatu masalah yang cukup serius yaitu terjadi penurunan kesehatan atau bahkan terjadi peningkatan angka kematian. Hal ini akan mengakibatkan terjadi penurunan produksi sehingga tidak tercapai standart produksi yang diinginkan. Disamping harga obat cukup mahal, pemberian obat-obatan, antibiotic, hormon maupun vitamin yang berlebihan pada ayam broiler dikhawatirkan akan berpengaruh pula terhadap penurunan kualitas dagingnya, sehingga apabila dikonsumsi oleh manusia secara terus menerus dalam jangka waktu yang lama dikhawatirkan akan membahayakan bagi kesehatannya.
Kelebihan dan penggunaan obat-obatan yang terus menerus dalam tubuh dapat merupakan residu dan sedikit demi sedikit akan tertimbun dalam tubuh manusia yang akhirnya dapat mengganggu kesehatan manusia. Dari kedua alasan tersebut peternak berupaya untuk mencari alternative lain sebagai pengganti obat buatan pabrik yaitu dengan memanfaatkan beberapa tanaman obat untuk diberikan kepada ternaknya. Ramuan jamu untuk ternak ini dapat dibuat sendiri dengan harga yang relatif murah. Cara dan aturan pemberiannya dapat dalam bentuk larutan yang dicampur dalam air minum atau dalam bentuk simplisia (tepung) yang dicampur kedalam ransum sebagai “feed additive” maupun “feed supplement”.
Tujuan pemberian Feed additive dalam ransum adalah untuk memperbaiki konsumsi, daya cerna serta daya tahan tubuh serta mengurangi tingkat stres pada ayam broiler. Feed additive yang ditambahkan pada umumnya menggunakan antibiotik. Penggunaan antibiotik sebagai feed additive menghasilkan residu dalam karkas ayam broiler. Apabila daging ayam dikonsumsi oleh manusia maka dikawatirkan akan menjadi resistensi terhadap antibiotik tersebut. Hal ini berbeda dengan sifat jamu, dimana jamu untuk ternak ini berkhasiat sebagai feed additive dan bukan merupakan antibiotik, sehingga tidak berbahaya bagi manusia, bahkan terbukti dapat meningkatkan konsumsi dan nafsu makan ayam broiler.
Tanaman obat dan fungsinya
Indonesia terkenal sebagai negara biodeversitas yang kaya akan flora dan faunanya. Beberapa ribu jenis tanaman obat ada di Indonesia. Tanaman obat asli Indonesia sangatlah potensi untuk digunakan sebagai bahan pakan tambahan (“feed suplement”) maupun sebagai “feed additive” yang dicampur dalam air minumnya. Beberapa ahli mengatakan bahwa dengan pemberian beberapa tanaman obat seperti kunyit, bawang putih dan daun pepaya yang dicampur dengan air minum unggas, dapat terhindar dari penyakit flu burung. Disamping itu beberapa jenis tanaman obat lain berkhasiat untuk meningkatkan nafsu makan seperti temu lawak, lengkuas, jahe, kencur dan lidah buaya. Sedangkan pemberian tepung daun kumis kucing yang dicampurkan dalam ransumnya dikenal dapat memperlancar proses metabolisme dalam tubuh ayam sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan dan daya tahan tubuh ayam broiler. Menurut Iin (2009) dalam Alex riana (2010) menjelaskan ada beberapa tanaman obat yang berkhasiat untuk obat ternak ayam, diantaranya:
- Kunyit (Curcuma domestica), yang dikenal sebagai anti oksidan, anti mikroba dan anti radang. Kunyit mengandung minyak atsiri dari golongan monoterpen dan sesquitterpen, zat warna kuning yang disebutkurkuminoid, protein, fosfor, kalium, besi dan vitamin C.
- Temulawak (Curcuma xanthorrhiza) dapat meningkatkan nafsu makan, anti oksidan, anti mikroba, anti kolesterol dan anemia. Zat gizi yang terkandung dalam temu lawak adalah kurkumin, kurkuminoid, mineral, atsiri, minyak lemak, karbohidrat dan protein. Temulawak dan kunyit bisa dikonsumsi dalam bentuk minuman guna mencegah peningkatan konsentrasi sitokin dalam tubuh akibat inveksi virus AI dengan sub tipe H5N1. Itu efektif, mengingat kandungan curcuma yang ada pada keduanya berpotensi sebagai inhibitor terhadap sintesis sitokin
- Temu giring (Curcuma heyneana), biasanya digunakan untuk obat cacing
- Temuireng (Curcuma aeruginosarhizome) adalah bermanfaat sebagai obat cacing dan meningkatkan nafsu makan. Dalam temuireng banyak mengandung minyak asiri, tanin dan kurkumenol.
- Buah mengkudu (Morinda citrifolia) yang merupakan obat anti radang, anti alergi dan mematikan bakteri penyebab infeksi. Dalam buah mengkudu ini mengandung zat terpenoid, zat anti bacteri dan scolopetin.
- Tanaman lidah buaya. Lidah buaya memiliki kandungan emodin dan scutellaria yang berfungsi sebagai antiviral. Bahan itu mampu menghancurkan enzim yang terdapat pada virus flu burung
- Daun pepaya (Carica papaya, Linn). Daun pepaya ini berkhasiat sebagai obat pembunuh amuba dan sebagai obat cacing serta membantu meningkatkan nafsu makan.
- Cacing (lumbricus rubellus) merupakan sumber protein sangat tinggi yaitu 76%. Manfaat dari cacing tersebut adalah adanya antibakteri dan menghambat pertumbuhan bacteri E. Colk, meningkatkan daya tahan tubuh, meningkatkan nafsu makan, sebagai obat dll.
Cara membuat jamu untuk ayam
Banyak macam cara membuat jamu, karena pada dasarnya membuat jamu jauh lebih mudah dibandingkan dengan membeli obat dari toko. Jamu hewan atau ramuan beberapa tanaman obat tersebut dapat dibuat sendiri oleh petani ternak dan harganya lebih murah dibandingkan obat pabrik, tetapi khasiatnya cukup baik untuk pencegahan maupun pengobatan pada ternak unggas. Beberapa diantaranya adalah ramuan jamu hasil pengkajian BPTP Jakarta yang berfungsi untuk pencegahan terhadap penyakit AI (flu burung/Avian Influenza).
Bahan-bahan tanaman obat yang diramu sebagai jamu untuk pencegahan penyakit flu burung adalah sbb: Kencur (500 gram), bawang putih (500 gram), jahe (250 gram), lengkuas (250 gram), kunyit (250 gram), temulawak (250 gram), daun sirih (125 gram), kayu manis (125 gram), daun mahkota dewa, EM4 dan molasses atau gula pasir. Bahan-bahan tersebut dipotong-potong kecil kemudian digiling/dibelender dan ditambahkan air 5 liter, kemudian disaring dan diambil ekstraknya. Ekstrak tersebut dimasukkan dalam drum besar (kapasitas 20 liter atau lebih). Tambahkan molases 500 cc, lalu tambahkan lagi dengan air sehingga campuran tersebut menjadi 20 liter, kemudian drum ditutup rapat. Selanjutnya campuran dilakukan fermentasi selama 6 hari. Setiap hari tutup drum dibuka selama 5 menit sambil diaduk. Setelah 6 hari jamu siap diberikan pada ayam. Cara pemberiannya melalui air minum dengan dosis 90 ml air jamu per 1 liter air minum setiap hari.
Ketua Asosiasi Dokter Hewan Perunggasan Indonesia mengatakan bahwa di Indonesia sendiri saat ini tersedia cukup banyak bahan herbal yang bisa digunakan untuk menangkal menyebarnya virus flu burung. Tanaman obat tersebut adalah lidah buaya, temulawak, dan kunyit. Sedangkan Sri Sulandri (peneliti dari LIPI) mengatakan bahwa pemberian secara rutin jamu ternak yang terdiri atas kunyit, lengkuas, temulawak, kencur dan buah mengkudu yang diberikan pada unggas dapat berfungsi sebagai stamina yaitu untuk menyehatkan dan meningkatkan nafsu makan.
Khasiat tanaman obat juga telah dibuktikan oleh Alex riana (2010) dengan uji cobanya. Alex mempercayai keistimewaan tanaman obat yang mempunyai khasiat untuk meningkatkan daya tahan tubuh, meningkatkan nafsu makan, sebagai obat pada berbagai macam penyakit dan mengurangi stress pada ayam. Dalam uji cobanya alex membuat jamu dengan ramuan dari tanaman-tanaman obat yang terdiri dari kunyit (1000 gram), temuireng (1000 gram), temulawak (1000 gram), temu giring (250 gram), mengkudu (500 gram), daun pepaya (5 tangkai) dan cacing (100 gram). Cara membuatnya adalah sbb: cacing direbus dengan 1 liter air sampai mendidih. Kunyit, temuireng, temugiring, temulawak dan mengkudu diparut menjadi satu, dan daun pepaya ditumbuk sampai halus. Campurkan bahan-bahan tersebut dan tambah 4 liter air bersih. Remas-remaslah semua bahan tersebut dan saring. Terakhir tambah dengan 1 liter rebusan cacing dan aduk sampai rata. Selanjutnya campuran tersebut direbus sampai mendidih dan setelah dingin dapat digunakan sebagai jamu pada ayam pedaging. Jamu tersebut dapat diberikan dengan cara mencampur ke air minum. Dalam pelaksanaannya pemberian jamu dilakukan setelah ayam berumur 16 hari sampai panen. Pemberian dilakukan tiga hari berturut-turut selanjutnya diselang dengan air putih.
Manfaat dan Hasil
Dari hasil penelitian maupun pendapat para ahli diperoleh kesimpulan bahwa ternyata pemberian jamu atau tanaman obat yang dicampurkan baik dalam ransum pakannya maupun air minum ayam dapat bermanfaat atau berkhasiat untuk (1). meningkatkan daya tahan tubuh ayam (2) meningkatkan pertumbuhan berat badan ayam (3). mengurangi tingkat kematian dan jumlah ayam yang sakit (4) meningkatkan pendapatan peternak (5).mendapatkan ayam non kolesterol karena lemak yang dihasilkan berkurang (6). mendapatkan karkas ayam yang berbau dan warna yang segar dan (7) mengurangi bau kotoran ayam (ammonia). Manfaat lain yang diperoleh adalah harga jamu tersebut lebih murah, menjaga stamina tubuh, menambah nafsu makan, mencegah serta mengobati beberapa penyakit seperti penyakit gangguan pernafasan (Snot dan CRD), koksidiosis, diare maupun feses hijau dan menghindarkan unggas dari serangan virus flu burung (Avian Influenza/AI).
Manfaat dari khasiat jamu untuk ternak sudah lama diteliti oleh beberapa peneliti. Salah satu dilakukan olehbapak Sumadi, sebagai seorang peneliti dan juga sebagai dosen di salah satu universitas di Semarang. Beliau meramu tanaman obat-obatan yang terdiri dari buah cabe jawa (Piper retrofractum Vahl), ekstrak rimpang temu lawak (Curcuma xanthorriza Roxb), ekstrak rimpang temu ireng (Curcuma aeruginosa Roxb), bubuk rimpang lempuyang wangi (Zingiber aromaticum, Val), madu lebah, gula tebu sebagai pengawet alamiah, dan air. Ramuan tersebut diberikan pada ayam sebagai penangkal unggas terhadap penyebaran flu burung. Dalam uji cobanya, beliau memasukkan ayam mati yang terinveksi flu burung di sekitar kandangnya. Dari hasil uji cobanya didapatkan ayam-ayam yang diberi jamu hasil ramuannya ternyata semua ayam perlakuannya itu lolos alias tidak terinveksi flu burung. Hasil uji cobanya kemudian diselidiki lebih teliti lagi oleh Balai Veteriner wates, Yogyakarta. Dan ternyata hasilnya positip. Ayam-ayam yang diberi jamu tersebut memberi respon positip terhadap pertumbuhan ayam,mempunyai stamina ayam yang lebih baik (jarang sakit dan mortalitas rendah), lemak karkas sangat rendah, aroma daging dan telur tidak amis, warna kuning telur lebih oranye/skor diatas 7, serta bau kotoran ayam (ammonia) di sekitar kandang jauh lebih berkurang.
Demikian juga dari hasil uji coba yang dilakukan oleh Alex riana yaitu seorang siswa SMKN Pertanian Kab. Kuningan. Dari hasil uji cobanya terhadap ayam-ayam yang diberi jamu hasil ramuannya didapatkan hasil sbb:
Tabel 1. Perbedaan produktivitas ayam yang diberi jamu dan tanpa jamu dengan masa pemeliharaan 32 hari
komponen
|
Ayam diberi jamu
|
Ayam tanpa diberi jamu
|
Jumlah ayam yang dipelihara | 100 ekor | 100 ekor |
mortalitas | 1 persen | 3 persen |
Ayam hidup | 99 ekor | 97 ekor |
Bobot rata-rata | 1,76 kg | 1,62 kg |
Konsumsi pakan/ekor | 2,53 kg | 2,58 kg |
FCR | 1494 | 1587 |
Indeks dengan membentuk | 363,9 | 316,5 |
Kinerja |
|
-
|
keuntungan | Rp. 288.050 |
Rp. 99.825
|
Bawang Putih Sebagai Feed Additive Untuk Ayam
ABSTRAK
Penggunaan antibiotik sintetik dalam dunia peternakan ayam dapat menimbilkan dampak negatif bagi kesehatan ternak dan manusia. Antibiotik sintetik mengakibatkan residu bahan kimia berbahaya dalam produk yang dihasilkan dan menyebabkan resistensi bakteri – bakteri berbahaya yang terdapat didalam tubuh ayam.bawang putih memiliki kandungan senyawa aktif yang terbukti mampu menggantikan fungsi dari antibiotik sintetik didalam tubuh ayam. beberapa senyawa aktif yang terkandung didalam umbi bawang putih adalah allicin, selenium dan metilatil trisulfida. Ketiga senyawa aktif ini mampu membantu terjadinya proses metabolisme di dalam tubuh ayam yang jauh lebih baik. Adanya beberapa kandungan senyawa aktif ini membuat bawang putih berpotensial untuk digunakan sebagai feed additive pengganti antibiotik sintetik pada ternak ayam. Sudah banyak para ahli yang melakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh pemberian bawang putih tarhadap performans, produktivitas serta kesehatan ayam. Mereka mencampurkan ekstrak bawang putih kedalam ransum yang akan diberikan kepada ayam. Hasil penelitian dibandingkan dengan hasil penelitian yang tidak menggunakan bawang putih tetapi menggunakan antibiotik sintetik. menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Zulbardi dan Bintang ( 2007) pemberian tepung bawang putih sebanyak 0,02% mampu merangsang pertambahan bobot badan ayam broiler lebih cepat, dengan pencapaian konversi pakan sebesar 1,81 dan diikuti dengan penurunan jumlah konsumsi pakan oleh ayam broiler. Sedangkan untuk ayam petelur, menurutMaryam et al (2003), pemberian ektrak bawang putih sebanyak 4% pada ransum ayam petelur yang diinfeksi aflaktosin 0,4 mg AFB1/kg BH dapat meningkatkan bobot badan dan produksi telur serta dapat mengurangi kadar residu aflaktosin pada telur yang dihasilkan.
Kata kunci : ayam, bawang putih, feed additive, antibiotik sintetik, allicin.
Pendahuluan
Feed additive atau imbuhan pakan biasa digunakan didalam campuran pakan ternak. Penggunaan feed additive dimaksudkan untuk meningkatkan produktivitas, kesehatan dan keadaan gizi ternak. Beberapa jenis Feed additive yang biasa digunakan para peternak ayam khususnya ayam petelur dan pedaging adalah antibiotika sintetik, enzim, probiotik, asam organik, flavor dan antioksidan. Antibiotika sintetik adalah jenis feed additive yang paling banyak digunakan oleh para peternak.
Penggunaan feed additive jenis antibiotik sintetik ini banyak memberikan pengaruh yang buruk pada produk yang dihasilkan oleh ternak. Salah satunya adalah residu bahan – bahan kimia yang terkandung didalam antibiotik sintetik ini ke dalam produk yang dihasilkan seperti telur dan daging. Bahan – bahan kimia yang teresidu ini sangat berbahaya bagi kesehatan manusia.
Tidak hanya memberikan imbuhan pakan, untuk meningkatkan produktivitas ternak mereka para peternak unggas jenis ayam biasanya juga memberikan pakan yang memiliki kadar lemak tinggi. Dengan pemberian pakan yang mengandung lemak tinggi efisiensi pakan oleh ternak akan lebih tinggi namun produk yang dihasilkan tidak aman untuk dikonsumsi. Karena memiliki kandungan kolestrol yang tinggi. Bahan pangan yang mengandung kadar kolestrol tinggi tidak aman untuk dikonsumsi karena dapat mengakibatkan dampak yang buruk bagi kesehatan kita.
Selain produktivitas dan produk yang dihasilkan, pakan juga dapat mempengaruhi kesehatan dari ternak yang kita pelihara. Ada beberapa jenis penyakit unggas khususnya jenis ayam yang disebabkan oleh faktor pakan seperti Aflatoksikosis. Penyakit ini bersifat kronis, dan akut pada ternak ayam. Aflatoksikosis adalah penyakit yang disebabkan karena adanya kontaminasi Aflaktosin (senyawa kumrin yang dihasilkan oleh kapang jenis Aspergillus spp) pada pakan ternak (IARC, 1993; Ginting, 1998).
Bawang putih adalah salah satu jenis tanaman herbal yang selain digunakan sebagai bumbu dalam masakan juga bisa digunakan sebagai obat. Kandungan senyawa aktif yang terdiri atasallisin dan ajoene serta senyawa flavonoid dalam bawang putih menjadikannya dapat dimanfaatkan sebagai antioksidan di dalam tubuh (Santosa et al., 1991; Kim et al., 2000). Maryam et al (2003) melaporkan bahwa pemberian ekstrak bawang putih sebesar 4% pada ransum yang mengandung Aflatoksin rendah (0,4 mg AFB/kg) menunjukan adanya peningkatan produktivitas ayam dan produksi telur ayam.
Senyawa – senyawa aktif yang terkandung di dalam bawang putih diduga dapat menggantikan fungsi dari antibiotik sintetik yang biasa diberikan kepada ayam. Sehingga efek buruk dari penggunaan antibiotik sintetik ini bisa kita hindari, kesehatan ternak terjaga dan produk yang dihasilkan oleh ternak juga aman untuk dikonsumsi oleh masyarakat.
Potensi bawang putih sebagai feed additive
Bawang putih mempunyai kandungan yaitu saponin dan flavonoid, disamping minyak atsiri yan sama-sama berfungsi sebagai antibakteri. Saponin adalah senyawa aktif yang kuat dan menimbulkan busa jika digosok dalam air sehingga bersifat seperti sabun (Robinson, 1995) dan mempunyai kemampuan antibakterial (Ilmi, 1995).
Saponin dapat meningkatkan permeabilitas membran sel bakteri sehingga dapat mengubah struktur dan fungsi membran, menyebabkan denaturasi protein membran sehingga membran sel akan rusak dan lisis (Siswandono dan Soekarjo, 1995).Menurut Dwidjoseputro (1994) menyatakan bahwa saponin memiliki molekul yang dapat menarik air atau hidrofilik dan molekul yang dapat melarutkan lemak atau lipofilik sehingga dapat menurunkan tegangan permukaan sel yang akhirnya menyebabkan kehancuran kuman.
Flavonoid merupakan senyawa fenol yang bersifat desinfektan yang bekerja dengan cara mendenaturasi protein yang dapat menyebabkan aktifitas metabolisme sel bakteri berhenti karena semua aktifitas metabolisme sel bakteri dikatalisis oleh suatu enzim yang merupakan protein. Berhentinya aktifitas metabolisme ini akan mengakibatkan kematian sel bakteri (Trease dan Evans, 1978). Flavonoid juga bersifat bakteriostatik yang bekerja melelui penghambatan sintesis dinding sel bakteri (Masya, 1985; Soedibyo, 1998).
Bawang putih mengandung minyak atsiri dengan unsur utama alliin. Alliin secara enzimatis akan dipecah oleh enzim allinase menjadi senyawa berbau khas yaitu allicin. Senyawa allicin dikenal mempunyai daya antibakterial yang kuat. Efek antibakteri allicin bekerja dengan cara menghancurkan kelompok –SH, yaitu kelompok Sulfhidril dan disulfida yang terikat pada protein dan merupakan enzim penting untuk metabolisme sel bakteri serta merupakan gugus yang penting untuk proliferasi bakteri atau sebagai stimulator spesifik untuk multiplikasi sel bakteri. Dengan adanya allicin inilah maka pertumbuhan kuman dapat dihambat dan proses selanjutnya mengakibatkan terjadinya kematian kuman (Mursito, 2003). Kandungan kimia bawang putih per 100 gram bahan, dapat dilihat padaTabel 4.
Tabel 4. Kandungan kimia bawang putih per 100 gram bahan
Bawang putih sebagai feed additive untuk ayam broiler
Pemberian bawang putih untuk ayam broiler dapat memberikan banyak keuntungan. Kandungan – kandungan senyawa aktif didalam umbi bawang putih mampu menggantikan fungsi dari antibiotik sintetik didalam tubuh ayam broiler dengan jauh lebih baik. Kandungan senyawa-senyawa aktif ini mampu memperbaiki konversi ransum, meningkatkan kesehatan dan produktivitas ayam broiler serta mampu mengurangi kadar lemak yang terkandung didalam daging ayam broiler. Menurut Zulbardi dan Bintang ( 2007) pemberian tepung bawang putih sebanyak 0,02% mampu merangsang pertambahan bobot badan ayam broiler lebih cepat, dengan pencapaian konversi pakan sebesar 1,81 dan diikuti dengan penurunan jumlah konsumsi pakan oleh ayam broiler. Selain itu menurut Wiryawan et al (2005) pemberian tepung bawang putih sebanyak 2,5% didalam ransum mampu meningkatkan efisiensi pakan ayam broiler yang teinfeksi S. Typhimurium. Hal ini diduga dipengaruhi oleh senyawa- senyawa aktif seperti allisin, selenium dan metilatil trisulfida yang terkandung didalam umbi bawang putih. Allisin memiliki sifat anti bakteri yang mampu membunuh bakteri – bakteri patogen. Sedangkan selenium mampu bekerja sebagai anti oksidan dan metilatil trisulfisa berperan dalam mencegah pengentalan darah. Sifat - sifat dari ketiga senyawa aktif ini dapat mempengaruhi terjadinya proses metabolisme yang lebih baik, sehingga proses penyerapan zat makanan dapat beralangsung lebih optimal, konsumsi ransum lebih sedikit, yang menyebabkan angka konversi ransum lebih rendah dan pencapaian bobot badan lebih cepat.
Hasil penelitian Hidajati (2005) memperlihatkan bahwa pemberian bawang putih dengan dosis 2 - 3mg/ekor /hari mampu menurunkan kadar kolestrol yang terkandung didalam daging serta meningkatkan persentase karkas ayam broiler lebih baik jika dibandingkan dengan ayam broiler tanpa pemberian bawang putih. Menurut Sunarto dan Pikir (1995) penurunan kadar kolestrol pada daging ayam broiler ini disebabkan karena adanya efek hipokolesterolemik dari senyawa aktif bawang putih yaitu allicin (disulphide- oxide tidak jenuh). Allicin mampu mengikat gugus –SH group dari Ko-A, menyebabkan NADH dan NADPH yang dibutuhkan dalam proses pembentukan kolestrol dihati menurun. Penurunan ini menyebabkan kolestrol yang terkandung didalam hati ayam akan berkurang sehingga kolestrol yang ditransfer oleh darah ke daging melalui pembuluh darah juga berkurang.
Bawang putih sebagai feed additive untuk ayam petelur
Pada ayam petelur, pemberian ekstrak bawang putih dalam ransumnya mampu memberikan efek yang cukup baik juga tidak jauh berbeda dengan ayam broiler. Senyawa – senyawa aktif yang terkandung didalam umbi bawang putih mampu menggantikan fungsi antibiotik sintetik di dalam tubuh ayam petelur. Jika pada ayam broiler lebih terfokus pada kualitas daging yang dihasilkan dan tingkat konsumsi ransum, maka pada ayam petelur lebih terfokus pada kualitas dan tingkat produksi telur yang dihasilkan. Sutama dan Lindawati (2005) melaporkan, ayam petelur yang diberi suplementasi bawang putih sebesar 4% dalam ransumnya secara nyata mampu menurunkan kolesterol telur yang dihasilkan. Sedangkan untuk pemberian suplementasi bawang putih sebesar 2-6% dalam ransumnya tidak memberikan pengaruh terhadap konsumsi ransum dan produksi telur yang dihasilkan. Faktor yang memyebabkan penurunan kadar kolestrol telur ini sama dengan faktor yang menyebabkan terjadinya penurunan kadar kolestrol pada daging ayam broiler.
Sedangkan pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Maryam et al (2003), pemberian ektrak bawang putih sebanyak 4% pada ransum ayam petelur yang diinfeksi aflaktosin 0,4 mg AFB1/kg BH dapat meningkatkan bobot badan dan produksi telur serta dapat mengurangi kadar residu aflaktosin pada telur yang dihasilkan. Perbedaan ini mungkin disebabkan oleh jenis ayam yang digunkan dalam penelitian ini. Untuk penelitian yang dilakukan oleh Sutama dan Lindawati menggunakan ayam petelur yang sehata tanpa infeksi aflaktosin sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh Maryam et al menggunakan ayam petelur yang diinfeksi dengan aflaktosin sehingga menyebabkan respon yang berbeda.
Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa:
· Bawang putih memiliki kandungan – kandunga senyawa aktif yang mampu menggantikan fungsi dari antibiotik sintetik bila di berikan kedalam pakan ayam sehingga kita tidak perlu lagi menggunakan antibiotik sintetik untuk ternak ayam kita.
· Untuk hasil yang memuaskan, pemberian bawang putih dalam ransum ayam harus sesuai dosis yang diterapkan didalam beberapa penelitian yaitu berkisar antara 2-6%.
· Dengan menggunakan bawang putih sebagai feed additive untuk ternak ayam, kita akan memperoleh produk ayam yang berkualitas dengan kadar kolestrol rendah sehingga aman untuk kita konsumsi.
Pemanfaatan Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb) Dan Kunyit (Curcuma domestica Val) Sebagai Feed Additive Herbal Untuk Ayam Broiler
Oleh : Putri Anggraini
Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Bengkulu
Jalan Raya Kandang Limun, Bengkulu
Abstrak
Ayam broiler yang diberi antibiotik sintetik pada pakannya akan menghasilkan daging yang kurang sehat untuk dikonsumsi oleh manusia. Hal ini disebabkan karena adanya ancaman residu bahan – bahan kimia didalam dagingnya. Temulawak dan kunyit adalah dua jenis tanaman herbal yang memiliki kandungan beberapa senyawa aktif seperti kurkumin dan xanthorrizol. Senyawa – senyawa kimia ini mampu menggantikan fungsi dari antibiotik sintetik didalam tubuh ayam broiler. Seperti meningkatkan produktivitas dan kualitas karkas yang dihasilkan. Dengan kemampuan ini, temulawak dan kunyit sangat berpotensi untuk dijadikan sebagai feed additive herbal untuk menggantikan antibiotik sintetik yang berbahaya bagi ternak dan manusia. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengetahui khasiat dari temulawak dan kunyit terhadap ayam broiler. Dari beberapa penelitian tersebut dapat diketahui bahwa pemberian temulawak dan kunyit untuk ayam broiler memberikan dampak yang cukup baik. Salah satunya adalah hasil penelitian yang dilaporkan oleh Sufriyanto dan Mohandas (2005) menyatakan bahwa pemberian ekstrak temulawak sebesar 0,5 g per liter air minum dan pemberian ekstrak kunyit sebesar 0,25 g per liter air minum mampu menghasilkan produksi daging yang sama dengan ayam broiler yang diberi vitamin dan antibiotik sintetik.
Kata kunci : ayam broiler, temulawak, kunyit, feed additive, antibiotik sintetik.
Pendahuluan
Ayam broiler adalah salah satu jenis ternak yang memberikan kontribusi cukup besar dalam memenuhi kebutuhan protein asal hewan masyarakat indonesia. Setiap tahunnya kebutuhan masyarakat akan daging broiler terus meningkat. peningkatan ini terjadi karena daging broiler ini harganya hampir terjangkau oleh semua kalangan masyarakat.
Ayam broiler adalah salah satu jenis ternak unggas yang memiliki laju pertumbuhan yang sangat cepat. Pada umur 5 - 6 minggu ayam broiler sudah bisa dipanen. Namun laju pertumbuhan yang cepat ini banyak mendatangkan permasalahan bagi para peternak selain membutuhkan pakan yang banyak juga daging yang dihasilkan memiliki perlemakan yang tinggi. Efisiensi pakan oleh ternak broiler sangat rendah karena harga pakan yang sangat mahal, sehingga para peternak biasa memberikan pakan dengan kadar lemak tinggi untuk meningkatkan efisiensi penggunaan pakan dan memberikan feed additive atau imbuhan pakan dalam bentuk antibiotik sintetik agar penyerapan zat makanan didalam tubuh broiler bisa berlangsung dengan maksimal.
Pemberian pakan yang mengadung kadar lemak tinggi mengakibatkan tingginya perlemakan pada daging broiler, sehingga kadar kolestrol yang terdapat pada daging broiler akan sangat tinggi. Tingginya kadar kolestrol ini menurunkan minat masyarakat untuk mengkonsumsi daging broiler. Karena saat ini masyarakat sudah mulai menyadari pentingnya mengkonsumsi makanan yang sehat dan rendah kolestrol.
Penggunaan antibiotik sintetik juga menimbulkan dampak yang buruk bagi kesehatan manusia. Hal ini disebabkan karena antibiotik sintetik yang terdiri atas bahan – bahan kimia ini, akan teresidu didalam daging ayam yang dihasilkan. Residu bahan – bahan kimi ini sangat buruk dampaknya bagi kesehatan tubuh manusia dan broiler itu sendiri. Karena dapat menyebabkan terjadinya resistensi bakteri terhadap anibiotik, serta dapat menyebabkan terjadinya berbagai jenis penyakit.
Untuk mencegah terjadinya dampak – dampak buruk dari penggunaan antibiotik sintetik dan pemberian pakan tinggi lemak, salah satu langkah yang dapat kita lakukan adalah mengganti antibiotik sintetik yang biasa digunakan dengan antibiotik herbal dari tumbuh – tumbuhan yang mampu menggantikan fungsi dari antibiotik sintetik dan tidak berbahaya bagi manusia.
Temulawak dan kunyit adalah beberapa jenis tanaman yang bisa kita gunakan untuk menggantikan antibiotik sintetik. Temulawak dan kunyit memiliki kandungan senyawa aktif atau bioaktif yang memiliki fungsi seperti bahan- bahan kimia pada antibiotik sintetik. Senyawa aktif tersebut adalah kurkumin dan xanthorizol. Menurut Rukayadi dan Hwang (2006) efektifitasxanthorrhizol yang diisolasi dari temulawak khasiatnya sama dengan antijamur komersil jenis amphotericin B.
Potensi kunyit dan temulawak sebagai feed additive untuk ayam boiler
Temulawak dan kunyit adalah dua jenis tanaman yang biasa dimanfaatkan masyarakat Indonesia sebagai bumbu masakan dan bahan obat-obatan. Beberapa penelitian secara in vitro, membuktikan bahwa senyawa aktif dalam rimpang kunyit mampu menghambat pertumbuhan jamur, virus dan bakteri baik gram positif maupun gram negatif seperti Escherchia coli, Klebsiela pneumoniae dan Staphylococcus aereus (Hidayati, 2002: 43). Beberapa kandungan kimia dari rimpang kunyit yang telah diketahui, yaitu minyak atsiri sebanyak 6% yang terdiri dari golongan senyawa monoterpen dan sesquiterpen (meliputi zingiberen, alfa dan beta-turmerone), zat warna kuning yang disebut curcuminoid sebanyak 5% (meliputi curcumin 50-60%, monodesmetoksicurcumin dan bidesmetoksicurcumin), protein, fosfor, kalium, besi dan vitamin C (Animous, 2012).

Rimpang temulawak mempunyai berbagai khasiat yaitu sebagai analgesik, antibakteri, antijamur, antidiabetik, antidiare, antiinflamasi, antihepatotoksik, antioksidan, antitumor, depresan, diuretik, hipolipidemik, dan insektisida (Purnomowati 2008). Sidik et al (1995) melaporkan, komposisi kimia rimpang temulawak tersusun atas pati sebanyak 48 - 59.64%,kurkuminoid 1.6 - 2.2%, dan minyak atsiri 1.48 - 1.63% . Pati tersusun atas abu, protein, lemak, karbohidrat, serat kasar, kurkuminoid, kalium, natrium, kalsium, magnesium, besi, mangan dan kadniu. Sedangkan untuk komponen minyak atsiri temulawak tersusun atas feladren, kamfer, tumerol, tolilmetilkarbinol, ar-kurkumen, zingiberen, kuzerenon, germakron, ß-tumereon dan xantorizol (Rahardjo & Rostiana, 2005).

Pengaruh pemberian kunyit dan temulawak terhadap produktivitas ayam broiler
Pemberian temulawak dan kunyit pada ayam broiler dapat meningkatkan kekebalan tubuh. Hal ini disebabkan karena adanya zat fitokimia yang terkandung didalam rimpang temulawak dan kunyit. Temulawak mengandung zat fitokimia yang biasa disebut desmetoksikurkumin danbisdesmetoksikurkumin sedangkan untuk zat fitokimia kunyit biasa disebutdesmetoksikurkumin. Zat – zat fitokimia ini dapat mempengaruhi nafsu makan, meningkatkan sekresi empedu, memperbaiki fungsi hati serta tampilan limfosit darah.
Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya peningkatan produktivitas ayam broiler adalah kondisi kesehatan yang optimal. Dengan kondisi kesehatan yang optimal proses metabolisme dan penyerapan zat makanan yang terjadi didalam tubuh ayam akan berlangsung dengan baik. Penelitian yang dilakukan oleh Sufriyanto dan Mohandas (2005) membuktikan bahwa pemberian ekstrak temulawak sebesar 0,5 g per liter air minum dan pemberian ekstrak kunyit sebesar 0,25 g per liter air minum mampu menghasilkan produksi daging yang sama dengan ayam broiler yang diberi vitamin dan antibiotik sintetik. Hal ini memperlihatkan bahwa pemberian ekstrak temulawak dan kunyit dapat menggantikan penggunaan vitamin dan antibiotik sintetik pada ayam broiler. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Praktikno (2010) yaitu ayam broiler yang diberi ekstrak kunyit sebesar 400 mg /kg BB/hari mampu meningkatkan bobot badan yang lebih besar jika dibandingkan dengan broiler tanpa perlakuan.
Kedua hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitian yang disampaikan oleh Sinurat et al (2009) yang menyatakan bahwa pemberian tepung temulawak dan kunyit pada ransum ayam broiler tidak memberikan pengaruh terhadap pertambahan bobot badan ayam broiler tersebut. Perbedaan hasil penelitian ini kemungkinan besar disebabkan oleh perbedaan perlakuan serta bentuk temulawak dan kunytit yang diberikan pda ayam broiler. Pada hasil penelitian yang menyatakan pemberian temulawak dan kunyit memberikan pengaruh terhadap bobot badan ayam broiler, bentuk temulawak dan kunyitnya adalah bebentuk ekstrak yang dicampurkan pada air minum dan kapsul yang diberikan secara oral sedangkan pada penelitian yang menyatakan penggunaan temulawak dan kunyit tidak memberikan pengaruh adalah berbentuk tepung yang dicampurkan dengan pakan dalam ransum. Perbedaan bentuk dan cara pemberian ini mungkin menyebabkan terjadinya perbedaan jumlah temulawak dan kunyit yang diserap oleh alat – alat pencernaan ayam broiler sehingga memberikan hasil yang berbeda pula.
Pengaruh pemberian kunyit dan temulawak terhadap kualitas produk ayam broiler
Bahan – bahan kimia yang terkandung di dalam rimpang temulawak dan kunyit tidak memberikan pengaruh yang buruk bagi tubuh manusia. Hal inilah yang salah satunya menjadi pertimbangan untuk menjadikan temulawak dan kunyit sebagai feed additive herbal untuk ternak broiler. Kualitas daging ayam broiler yang diberi antibiotik sintetik kemungkinan besar mengandung residu bahan kimia yang berbahaya bagi tubuh manusia.
Dalam dunia peternakan pemasaran produk sangat dipengaruhi oleh kualitas dari produk yang dihasilkan. Daging broiler yang baik dan sehat adalah daging yang warnanya terlihat cerah dan terang. Selain warna kualitas daging broiler juga dapat dilihat dari keempukan, bau dan pHnya.
Temulawak dan kunyit megandung zat warna yang berasal dari pigmen rimpangnya yang mengandung zat warna kuning (kurkumoid). Zat warna ini diduga dapat menambah cerah warna pada daging ayam broiler. Penelitian yang dilakukan oleh Masni et al (2010) memperlihatkan bahwa ayam broiler yang diberi ekstrak temulawak dan kunyit pada ransumnya sebanyak 3% akan menghasilkan daging dengan tingkat kecerahan terbaik yaitu sebesar 3,08 – 4,36 dan keempukan yang berkisar antara 3,52 – 4,48 dari nilai rata – rata perlakuan. Hasil penelitian ini berbeda dengan yang disampaikan oleh Yunilas et al (2005) yang menyatakan bahwa pemberian tepung temulawak dan kunyit pada ransum ayam broiler sebesar 4% tidak memberikan pengaruh terhadapa warna daging dan keempukan dari daging yang dihasilkan. Perbedaan hasil ini kemungkinan besar disebabkan karena perbedaan dosis dan bentuk dari temulawak dan kunyit yang diberikan kepada ternak.
Kesimpulan
Dari penjelasan diatas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
· Dengan kandungan senyawa – senyawa aktifnya temulawak dan kunyit berpotensi untuk dijadikan feed additive herbal untuk ternak ayam broiler sebagai pengganti antibiotik sintetik.
· Untuk mendapatkan daging dengan kualitas baik, pemberian temulawak dan kunyit kepada ternak ayam broiler sebaiknya dalam bentuk ekstrak dan kapsul agar mampu diserap dengan optimal oleh organ pencernaan ayam broiler tersebut.
· Dengan memanfaatkan temulawak dan kunyit sebagai feed additive herbal kita akan memperoleh daging yang bebas dari ancaman residu bahan – bahan kimia berbahaya, sehingga tidak ada lagi kekhawatiran untuk mengkonsumsi daging ayam broiler.
Daftar pustaka
Farrell, KT 1990. Rempah-rempah, bumbu, dan Bumbu. The AVI Publishing Company Inc Westport, Connecticut.
Hidayati, E., Juli, N., Marwani, E. (2002). Isolasi Enterobacteriaceae Patogen dari Makanan Berbumbu dan Tidak Berbumbu Kunyit (Curcuma longa L.) Serta Uji Pengaruh Ekstrak Kunyit (Curcuma longa L.) Terhadap Pertumbuhan Bakteri Yang Diisolasi. Bandung :Departemen Biologi, FPMIPA ITB.
Masni, Arif Ismanto, dan Maria Belgis. 2010. Pengaruh Penambahan kunyit (Curcuma domestica Val) atau Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb) dalam Air Minum terhadap Persentase dan Kualitas Organoleptik Karkas Ayam Broiler. Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 6, No. 1 Maret 2010: 7-14.
Pratikno, Herry. 2010. Pengaruh Ekstrak Kunyit (Curcuma domestica Vahl) terhadap Bobot Badan Ayam Broiler (Gallus Sp). Buletin Anatomi dan Fisiologi Vol. XVII, No. 2 Oktober 2010: 39 – 46.
Rahardjo M, Rostiana O. 2005. Budidaya Tanaman Temulawak. Bogor: Balai Penelitian Obat dan Aromatika. Sirkuler No. 11.
Shankaracharya, NB Dan CP Natarajan. 1977. Peran Spices Kesehatan. J. Kesehatan Sci. III: 99, India.
Sidik, Mulyono MW, Mutadi A. 1995. Temulawak (Curcuma Xanthorriza Robx). Jakarta : Phyto Medika.
Sinurat, A. P., T. Purwadaria, I.A.K. Bintang, P.P. Ketaren, M. Raharjo dan M. Rizal. 2009. Pemanfaatan Kunyit dan Temulawak sebagai Imbuhan Pakan untuk ayam Broiler. JITV Vol. 14 No. 2 Th 2009: 90-96.
Sufiriyatno dan Mohandas Indradji. 2005. Efektivitas Pemberian Ekstrak Temulawak (Curcumae xanthoriza) dan Kunyit (Curcumae domestica) sebagai Immunostimulator Flu Burung pada Ayam Niaga Pedaging. Animal Production Vol. 9, No. 3 september 2005 : 178-183.
Sumiaty, 1997. Minuman Berkhasiat dari Temulawak (Curcuma xanthorriza). Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor.
Yunilas, Edhy Mirwandhono, dan Olivia Sinaga. 2005. Pengaruh Pemberian Tepung Temulawak (Curcuma xanthorrizha Roxb) dalam Ransum terhadap Kualitas Karkas Ayam Broiler Umur 6 Minggu. Jurnal Agribisnis peternakan Vol. 1, No. 2, agustus 2005: 62-66.
RAMUAN TRADISIONAL UNTUK AYAM
RAMUAN TRADISIONAL UNTUK KESEHATAN AYAM
Untuk mengolah obat tradisional bisa dilakukan dengan mudah, bahkan tanpa mengolahnya cukup diberikan secara langsung. Berikut beberapa obat tradisional dan fungsinya yang bisa diramu sendiri untuk ayam kesayangan.
1. Obat Untuk Meningkatkan Stamina
Stamina ayam sangat penting, misalnya saat ayam pelung untuk lomba, memerlukan stamina bagus karena udara lapanagan sangat panas. Stamina ayam juga perlu ditingkatkan agar ayam dapat terhindar dari penyakit. Untuk meningkatkan stamina ayam bisa digunakan larutan gula merah dicampur asam jawa secukupnya.Jamu ini diminumkan sebelum ayam diadu (untuk ayam aduan ).Untuk ayam konsumsi,sebaiknya jamu ini diberikan bila cuaca disekitar kandang memburuk atau hujan.2. Memulihkan Stamina Ayam
Ayam yang baru selesai diadu (ayam aduan) biasanya staminanya menurun drastis. Bila tidak segera diatasi,ayam dapat terserang penyakit. Adapun jamu untuk memulihkan stamina adalah Madu secukupnya dicampur kuning telor itik 1 butir. Berikan jamu ini dengan cara diminumkan.3. Meningkatkan Gairah kawin pada ayam jantan
Agar secara teratur dapat mengawini betina sebagai pemacek, ayam jantan harus membutuhkan perawatan intensif. Selain diberi cukup pakan,juga perlu diberi obat penyehat tubuh dan penambah gairah kejantanan.Beberapa jamu yang dapat diberikan sebagai berikut:a. Bawang putih 2 siung dilumatkan dan dicampur nasi hangat 1 sendok makan.Jamu ini dilolohkan untuk satu ekor pejantan dan pemberiannya setiap 4 hari sekali.
b. Jahe segar 2 potong sebesar ibu jari diparut dan diperas airnya.Air jahe ini dicampur sebutir kuning telor itik dan diberikan setiap Minggu sekali untuk seekor pejantan.
c. Tepung beras 2 cangkir dicampur kencur parut 1 cangkir,lalu dibentuk menjadi butiran pil sebesar jagung.Selanjutnya pil ini dijemur sampai kering.Pemberiannya sebanyak 5 pil/minggu untuk setiap ekor ayam pejantan.
d. Lada 100 g disangrai sampai kering,lalu ditumbuk hingga menjadi bubuk halus.Bubuk lada ini dicampur kencur parut 0,5 kg,kuning telor itik 5 butir dan madu 1 sendok makan hingga terbentuk adonan kental.Adonan dibentuk butiran sebesar jari kelingking dan dijemur sampai kering.Sebanyak 2 butiran jamu diberikan sehari sebelum ayam digunakan sebagai pejantan.
e. Jahe segar 1 ruas jari diparut dan airnya diperas.Air jahe dicampur bubur nasi 1 sendok makan dan disuapkan keseekor ayam pejantan.Pemberiannya seminggu sekali.
f. Jahe segar 1 ruas jari diparut dan airnya diperas.Air jahe dicampur kuning telor itik 1 butir dan disuapkan untuk seekor ayam pejantan.Pemberiannya sekali seminggu.
4. Meningkatkan kualitas telur
Telur berkualitas dapat dilihat dari warna kuning telornya kuning cerah atau kemerahan.Agar kuning telor menjadi kemerahan,ayam yang sedang aktif bertelur dapat diberikan azolla sebagai tambahan bahan pakan.Perbandingan pakan dan azolla 4 : 1 .Azolla merupakan sejenis tanaman paku air yang mengandung asam amino esensial.Asam amino esensial ini sangat dibutuhkan oleh tubuh ayam.5. Meningkatkan nafsu makan
Ayam kurang sehat akan turun nafsu makannya.Untuk meningkatkan nafsu makan,ayam tersebut dapat diberikan salah satu dari beberapa ramuan berikut.a. Bawang putih 3-4 iris dicampur dalam pakan.Ramuan ini diberikan untuk 10 ekor ayam dewasa setiap pagi.
b. Bubuk jahe 10 g dicampur dalam pakan dan diberikan setiap pagi. Dosis ramuan ini untuk 10 ekor ayam dewasa.
c. Jahe segar 2 ibu jari diparut dan diperas.Air perasannya dicampur kuning telor itik 1 butir. Dosis ramuan ini untuk seekor ayam dewasa dan diberikan setiap Minggu,Selain meningkatkan nafsu makan,pemberian pada Pejantan dan meningkatkan nafsu kawin.
Obat tradisional bisa dengan mudah diperoleh di sekitar kita dan cara pembuatannya juga
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penggunaan tumbuh-tumbuhan sebagai obat tradisional ternyata telah lama
dikenal oleh masyarakat Indonesia jauh sebelum pelayanan kesehatan
menggunakan obat-obatan sintetik. Peningkatan penggunaan obat-obatan herbal
seiring dengan peningkatan kesadaran masyarakat terhadap dampak negatif dari
penggunaan obat sintetik. Masyarakat kembali memilih tumbuhan obat sebagai
alternatif terhadap penyembuhan berbagai penyakit. Selain itu, efek samping yang
ditimbulkan juga lebih kecil.
Indonesia yang dikenal sebagai negara dengan megabiodiversitas,
memiliki keanekaragaman hayati flora dan fauna yang sangat melimpah. Dari
28.000 jenis tumbuhan yang ditemukan di Indonesia, kurang lebih 7.000 jenis
diantaranya adalah tumbuhan obat (Kassahara&Hemmi 1986).
Tumbuhan obat adalah kelompok tumbuhan yang umumnya digunakan
sebagai obat dan sumber bahan baku obat. Tumbuhan obat yang digunakan
biasanya dalam bentuk simplisia yang berupa akar, daun, buah, dan biji (Wahid
1985).
Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) merupakan salah satu
tumbuhan obat famili Zingiberaceae yang banyak tumbuh di Indonesia (Sidik et al
1995). Komponen utama yang berkhasiat sebagai obat dalam rimpang temulawak
adalah kurkuminoid dan minyak atsiri yang merupakan hasil metabolisme
sekunder dari tanaman ini. Kurkuminoid memberikan warna kuning pada rimpang
temulawak dan mempunyai khasiat medis (Suwiah 1991). Zat ini berkhasiat
menetralkan racun, menghilangkan rasa nyeri sendi, menurunkan kadar kolesterol
dan trigliserida darah, antibakteri, dan sebagai antioksidan. Sedangkan minyak
atsiri pada temulawak berkhasiat sebagai colagoga, yaitu bahan yang dapat
merangsang pengeluaran cairan empedu yang berfungsi sebagai penambah nafsu
makan dan anti spasmodicum, yaitu menenangkan dan mengembalikan
kejang otot (Liang et al 1985).
Penelitian tentang temulawak sebagai immunomodulator sampai sekarang
belum banyak dilakukan. Immunomodulator (Immunostimulan) merupakan 2
senyawa yang dapat meningkatkan mekanisme pertahanan tubuh baik spesifik
maupun non-spesifik. Senyawa semacam ini sebagian besar bekerja sebagai
mitogen yaitu meningkatkan proliferasi sel yang berperan pada imunitas. Sel
tujuannya adalah makrofag, granulosit, limfosit T dan B, karena senyawa ini
bekerja menstimulasi mekanisme pertahanan seluler.
Temulawak merupakan salah satu jenis tanaman obat yang juga memiliki
fungsi sebagai immunomodulator. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
apakah pemberian temulawak mempengaruhi jumlah total leukosit dan persentase
semua jenis leukosit dalam darah.
1.2 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak
etanol temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) terhadap peningkatan status
kekebalan tubuh non-spesifik pada ayam petelur (Gallus gallus) strain ISA
Warna Coklat.
1.3 Manfaat
Manfaat penelitian ini adalah memberikan informasi tentang khasiat
pemberian ekstrak temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) terhadap jumlah
total dan diferensial leukosit.
1.4 Hipotesa
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini sebagai berikut:
H0 : Pemberian ekstrak temulawak pada dosis tertentu dapat merangsang
peningkatan jumlah leukosit pada ayam.
H1 : Pemberian ekstrak temulawak pada dosis tertentu tidak merangsang
peningkatan jumlah leukosit pada ayam.3
II. Tinjauan Pustaka
2.1 Ayam (Gallus gallus)
2.1.1 Klasifikasi
Klasifikasi biologi ayam (Gallus gallus) berdasarkan Rasyaf (2003) adalah
sebagai berikut :
Kingdom: Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Aves
Order: Charadriiformes
Famili: Phasianidae
Genus: Gallus
Spesies : Gallus gallus
Ayam (Gallus gallus) adalah unggas domestikasi yang merupakan turunan
dari ayam Indian liar dan ayam hutan merah dari Asia Tenggara dan berhubungan
juga dengan ayam hutan abu-abu (Gallus sonneratii). Penamaan ayam sangat luas
tergantung dari asalnya. Ayam merupakan salah satu hewan domestikasi yang
umum dan tersebar luas (Anonim 2008a
).
2.1.2 Ciri-ciri Ayam
Ayam memiliki ciri-ciri seluruh tubuh ditutupi oleh bulu mulai dari
kepala, sayap sampai dengan ekor. Selain itu, memperlihatkan jengger yang penuh
dengan bahan lilin berwarna merah. Kulit cukup tipis dan relatif bebas dari
kelenjar sekretori, dengan pengecualian pada urophygial. Ayam memiliki
badan yang kompak, rangka yang ringan, sayap dan kaki yang tumbuh dengan
baik. Ayam merupakan unggas yang aktif, nervous, lincah, berdarah panas, dan
bertelur (Anonim2008a
).
Sistem respirasi unggas dibantu oleh kantong hawa. Alat pencernaan
memperlihatkan modifikasi seperti tidak mempunyai gigi, esophagus yang
mempunyai pelebaran disebut tembolok serta lambung yang terbagi dua yaitu 4
lambung kelenjar dengan banyak kelenjar pencernaan dan lambung otot tempat
makanan digiling lebih efektif untuk penghancuran makanan secara mekanis
(Anonim 2008a
).
2.1.3 Ayam Petelur
Ayam petelur merupakan ayam betina dewasa yang dipelihara khusus
untuk diambil telurnya (Gambar 1). Asal mula ayam petelur adalah dari ayam
hutan yang ditangkap dan dipelihara serta dapat bertelur cukup banyak. Ayam
yang terseleksi untuk tujuan produksi daging dikenal dengan ayam broiler,
sedangkan untuk produksi telur dikenal dengan ayam petelur. Selain itu, seleksi
juga diarahkan pada warna kulit telur hingga kemudian dikenal ayam petelur putih
dan ayam petelur cokelat. Persilangan dan seleksi itu dilakukan cukup lama
hingga menghasilkan ayam petelur seperti yang ada sekarang ini. Dalam setiap
kali persilangan, sifat jelek dibuang dan sifat baik dipertahankan (“terus
dimurnikan”). Inilah yang kemudian dikenal dengan ayam petelur unggul
(Prihatman 2000).
Gambar 1. Ayam Petelur (Gallus gallus)
Tahun 1940-an, orang mulai membedakan antara ayam orang Belanda
(Bangsa Belanda saat itu menjajah Indonesia) dengan ayam liar di Indonesia.
Ayam liar kemudian dinamakan ayam lokal yang kemudian disebut ayam
kampung karena keberadaan ayam itu memang di pedesaan. Sementara ayam
orang Belanda disebut dengan ayam luar negeri yang kemudian lebih akrab 5
dengan sebutan ayam negeri (kala itu masih merupakan ayam negeri galur murni)
yang dipelihara oleh hobiis. Hingga akhir periode 1980-an, orang Indonesia tidak
banyak mengenal klasifikasi ayam. Ketika itu, sifat ayam dianggap seperti ayam
kampung saja, bila telurnya enak dimakan maka dagingnya juga enak dimakan.
Namun, pendapat itu ternyata tidak benar, ayam negeri/ayam ras ini ternyata
bertelur banyak tetapi tidak enak dagingnya (Prihatman 2000).
Ayam yang pertama masuk dan mulai diternakkan pada periode ini adalah
ayam ras petelur white leghorn yang kurus dan umumnya setelah habis masa
produktifnya. Antipati orang terhadap daging ayam ras cukup lama hingga
menjelang akhir periode 1990-an. Ketika itu mulai merebak peternakan ayam
broiler yang memang khusus untuk daging, sementara ayam petelur
dwiguna/ayam petelur cokelat mulai menjamur pula. Disinilah masyarakat mulai
sadar bahwa ayam ras mempunyai klasifikasi sebagai petelur handal dan pedaging
yang enak. Mulai terjadi pula persaingan tajam antara telur dan daging ayam ras
dengan telur dan daging ayam kampung. Sementara itu telur ayam ras cokelat
mulai disukai masyarakat, sedangkan telur ayam kampung mulai terpuruk pada
penggunaan untuk resep makanan tradisional saja. Persaingan inilah yang
menandakan maraknya peternakan ayam petelur. Ayam kampung juga bertelur
dan dagingnya dapat dimakan, tetapi tidak dapat diklasifikasikan sebagai ayam
dwiguna secara komersial-unggul. Hal ini disebabkan karena dasar genetis antara
ayam dan ayam petelur dwiguna ini memang berbeda. Ayam Ayam
desa memiliki kemampuan adaptasi yang sangat baik, sehingga ayam
kampung dapat mengantisipasi perubahan iklim dengan baik dibandingkan
dengan ayam ras. Kemampuan genetisnyalah yang membedakan produksi kedua
ayam ini, walaupun ayam ras juga berasal dari ayam liar di Asia dan Afrika
(Prihatman 2000).
2.2 Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)
Curcuma berasal dari kata Arab Kurkum berarti kuning. Xanthorrhiza
berasal dari kata yunani xanthos berarti kuning dan rhiza berarti umbi akar, dalam
bahasa Indonesia disebut temulawak, yang berarti akar kuning (Liang et al. 1985).
Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) termasuk ke dalam famili6
Zingiberaceae (suku jahe-jahean) dan merupakan tanaman yang tumbuh
merumpun (Gambar 2a). Tanaman ini tumbuh liar di hutan-hutan di bawah
naungan pohon jati pada beberapa pulau di Indonesia, antara lain Jawa, Maluku,
dan Kalimantan (Herman 1985).
Menurut Anonim (2008b
), temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)
merupakan tanaman obat asli yang berasal dari Indonesia dan sangat dikenal oleh
masyarakat, baik sebagai obat yang dapat digunakan untuk meningkatkan
kekebalan tubuh maupun sebagai obat penambah nafsu makan. Menurut Rukmana
(1995), klasifikasi temulawak secara lengkap adalah sebagai berikut :
Curcuma xanthorrhiza Roxb. dalam bahasa Indonesia dikenal dengan
Nama jahe, dalam bahasa yang dikenal dengan nama kelompok besar dan
Temu Raya, dalam bahasa Jawa dikenal sebagai Temu Lawak, dalam bahasa
Madura dikenal dengan sebutan Temo Labak (Darwis 1992).
Kingdom : Plantae (tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (berpembuluh)
Superdivisio : Spermatophyta (menghasilkan biji)
Divisio: Magnoliophyta (Berbunga)
Kelas : Liliopsida (berkeping satu / monokotil)
Sub-kelas : Commelinidae
Pesanan Zingiberales
Familia : Zingiberaceae (suku jahe-jahean)
Genus Curcuma
Spesies : Curcuma xanthorrhiza Roxb.7
Gambar 2a. Tanaman Temulawak Gambar 2b. Bunga Tanaman Temulawak
(Sidik et al. 1995) (Anonim 2008b
)
Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) merupakan tanaman asli
Indonesia dan termasuk salah satu jenis temu-temuan yang paling banyak
digunakan sebagai bahan baku obat tradisional. Selain itu, temulawak merupakan
sumber bahan pangan, pewarna, bahan baku industri (seperti kosmetika), maupun
dibuat makanan atau minuman segar. Temulawak telah dibudidayakan dan banyak
ditanam di pekarangan atau tegalan, juga sering ditemukan tumbuh liar di hutan
jati atau padang alang-alang. Tanaman ini lebih produktif pada tempat terbuka
yang terkena sinar matahari dan dapat tumbuh mulai dari dataran rendah sampai
dataran tinggi. Untuk mencapai hasil yang maksimal, sebaiknya ditanam pada
ketinggian sekitar 200-600 mdpl (Hargono 1985).
Tanaman temulawak termasuk tanaman berbatang semu yang batangnya
berasal dari pelepah-pelepah daun yang saling menutup membentuk batang.
Batang semu ini tumbuh dari rimpang (Ramlan 1985). Tinggi tanaman dapat
mencapai 2 m dan berwarna hijau cokelat. Tiap tanaman, berdaun antara 2 hingga
9 helai, bentuk daunnya bulat memanjang atau lanset (Gambar 2b). Daun
berwarna hijau terang sampai hijau gelap dengan ukuran panjang antara 31 hingga
84 cm, lebar antara 10 hingga 18 cm. Daun termasuk tipe sempurna, artinya
tersusun dari pelepah daun, tangkai daun, dan helai daun, kadang-kadang terdapat
lidah daun (ligula). Terdapat semacam pita memanjang dengan warna merah
keunguan pada sisi kiri dan kanan daun (Wahid 1985).
Herman (1985) melaporkan bahwa tanaman tahunan (perennial) ini
tumbuh merumpun dengan batang semu yang tumbuh dari rimpangnya. Batang
semu berasal dari pelepah-pelepah daun yang saling menutup membentuk batang. 8
Tinggi tanaman ini dapat mencapai 2 m. tiap tanaman berdaun 2 hingga 9 helai,
berbentuk bulat memanjang atau lanset, panjang 31 hingga 84 cm, lebar 10 hingga
18 cm, berwarna hijau dan merah keunguan. Perbungaan termasuk tipe exantha,
yaitu jenis temu dimana bunga keluar langsung dari rimpang yang memiliki
panjang antara 40 hingga 60 cm.
Rimpang pada tanaman temulawak terbagi menjadi 2 bagian, yaitu
rimpang induk yang berbentuk bulat panjang dengan warna rimpang kuning tua
atau cokelat kemerahan dan pada bagian dalamnya berwarna jingga kecokelatan
(Gambar 3). Dari rimpang induk keluar rimpang kedua yang lebih kecil dengan
jumlah rimpang sebanyak 3-7 buah. Anak rimpang ini tumbuh ke arah samping
dan berwarna lebih muda dengan bau harum yang khas dan rasa pahit agak pedas.
Ujung akar membengkak membentuk umbi kecil. Bila tanaman temulawak
dibiarkan tumbuh lebih dari satu tahun, maka akan tumbuh anak rimpang yang
menghasilkan anak rimpang yang cukup banyak (Ketaren 1988).
Gambar 3. Rimpang Temulawak
(Anonim 2008b
)
Sumarhadi (1980) memaparkan bahwa rimpang dibedakan atas rimpang
induk (empu) dan rimpang cabang. Rimpang induk berbentuk jorong atau
gelondong, berwarna kuning tua atau cokelat kemerahan, bagian dalam berwarna
jingga cokelat. Rimpang cabang keluar dari rimpang induk, ukurannya lebih kecil,
tumbuhnya ke arah samping, bentuknya bermacam-macam, dan warnanya lebih
muda. Akar-akar di bagian ujung membengkak, membentuk umbi yang kecil.
Rimpang temulawak termasuk yang paling besar diantara semua rimpang marga
curcuma. Rimpangnya dipanen jika bagian-bagian tanaman yang ada di atas mulai 9
kering dan mati, biasanya sekitar 9-24 bulan. Sebagian ahli taksonomi
menganggap bahwa temulawak merupakan bentuk variasi intraspesifikasi dari
Curcuma zedoaria (Temu Putih).
Sebagai tanaman monokotil, tanaman temulawak tidak memiliki akar
tunggang. Akar yang dimiliki berupa rimpang. Rimpang tanaman temulawak
mengandung komponen-komponen penting yang sangat bermanfaat, yaitu zat
kuning kurkumin, minyak atsiri, pati, protein, lemak (fixed oil), sellulosa, dan
mineral (Studi 1988).
2.2.1 Komposisi Kimia Temulawak
Temulawak terdiri dari fraksi pati, kurkuminoid, dan minyak atsiri (3-
12%). Fraksi pati merupakan kandungan terbesar, berkisar antara 48-54%
tergantung dari ketinggian tempat tumbuh. Makin tinggi tempat tumbuh, maka
kadar pati semakin rendah sedangkan kadar minyak semakin tinggi. Temulawak
terdiri dari pati, abu, protein, lemak, karbohidrat, serat kasar, kurkuminoid,
kalium, natrium, kalsium, magnesium, besi, mangan, dan cadmium (Suwiah
1991).
Pati rimpang temulawak dapat dikembangkan sebagai sumber karbohidrat,
yang digunakan untuk bahan makanan atau campuran bahan makanan. Fraksi
kurkuminoid mempunyai aroma khas, tidak toksik, dan terdiri dari kurkumin yang
mempunyai aktivitas anti radang dan desmetoksikurkumin. Minyak Atsiri berupa
cairan berwarna kuning atau kuning jingga, dan berbau aromatik tajam.
Komposisinya tergantung pada umur rimpang, tempat tumbuh, teknik isolasi,
teknik analisis, perbedaan klon varietas, dan sebagainya (Sidik et al. 1985). Liang
et al. (1985) melaporkan bahwa dengan metode kromatografi gas, terdeteksi 31
komponen yang terkandung dalam temulawak. Beberapa diantaranya merupakan
komponen minyak khas atsiri temulawak, yaitu isofuranogermakren, trisiklin,
alloaromadendren, germaken, dan xanthorrhizol. Selain itu, terdapat komponen
lain yang bersifat insect repellent yaitu ar-turmeron.
Kandungan kurkuminoid dalam rimpang temulawak kering adalah 3,16%.
Jumlah ini lebih kecil bila dibandingkan dengan kandungan kurkuminoid
rimpang kunyit, yakni 6,9%. Kadar kurkumin dalam kurkuminoid rimpang 10
temulawak berkisar antara 58-71%, sedangkan desmetoksikurkumin berkisar
antara 29-42% (Sidik 1992). Komposisi rimpang temulawak dapat dilihat pada
Tabel 1.
Tabel 1 Komposisi rimpang temulawak berdasarkan rimpang kering dengan
up udara.
Komposisi Kadar (%)
Hakikat 58,24
Lemak (minyak tetap) 12,10
Kurkumin 1,55
Serat Kasar 4,20
Abu 4,90
Protein 2,90
4,29 Mineral
Minyak Atsiri 4,90
Sumber : (Ketaren 1998).
Menurut Sinambela (1985), komposisi rimpang kimia temulawak dapat
dibagi menjadi dua fraksi yaitu zat warna dan minyak Atsiri. Warna kuning pada
temulawak disebabkan oleh adanya kurkuminoid (C21H20O6). Fraksi kurkuminoid
rimpang temulawak terdiri dari dua macam yaitu kurkumin dan
desmetoksikurkumin. Secara kimia, kurkuminoid pada temulawak merupakan
turunan dari diferuloilmetan, yaitu dimetoksidiferuloilmetan (kurkumin) dan
monodesmetoksidiferuloilmetan (desmethoxycurcumin).
Menurut Bombardelli (1991), ekstraksi senyawa aktif dari tanaman obat
adalah pemisahan secara fisik atau kimiawi. Ekstraksi temulawak tergantung pada
polaritas senyawa yang akan diekstrak. Suatu senyawa menunjukkan kelarutan
yang berbeda-beda dalam pelarut yang berbeda. Hal-hal yang perlu diperhatikan
dalam memilih pelarut adalah selektivitas, kemampuan mengekstrak, toksisitas,
kemudahan untuk diuapkan, dan harga pelarut.
Menurut Harborne (1996), metode ekstraksi dikelompokan menjadi dua
yaitu ekstraksi sederhana dan ekstraksi khusus. Ekstraksi sederhana terdiri atas
maserasi, perkolasi, reperkolasi, avalokasi, dan dialokasi. Ekstraksi khusus terdiri 11
atas sokletasi, arus balik, dan ultrasonik. Maserasi merupakan ekstraksi yang
sering digunakan dibandingkan dengan metode ekstraksi yang lainnya. Maserasi
dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu maserasi sederhana, kinetik maserasi, dan
maserasi dengan penggunaan tekanan.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi hasil ekstraksi yaitu
penggembungan bahan baku, difusi, pH, ukuran partikel, suhu, dan pemilihan
pelarut. Penggembungan dari bahan tanaman menaikkan perembesan dari pelarut
dan mengakibatkan pergerakan substansi bahan terlarut di dalamnya. Akibat dari
penggembungan bahan baku memastikan terjadinya penyerapan dari pelarut
terhadap zat yang akan diekstrak. Untuk mengekstraksi senyawa aktif dari
tanaman obat, pelarut harus dapat berdifusi ke dalam sel dan senyawa harus
terlarut secara sempurna di dalam pelarut sehingga tercapai kesetimbangan antara
pelarut dan bahan terlarut (Harborne 1996).
Kecepatan untuk mengambil senyawa aktif biasanya tergantung kepada
suhu, pH, ukuran partikel, dan pergerakan pelarut di sekitar partikel. Biasanya pH
memainkan peran dalam masalah selektivitas, sedangkan suhu dan pergerakan
pelarut di sekitar padatan dapat mempengaruhi pergeseran kesetimbangan
kejenuhan pelarut. Pergerakan pelarut dapat dilakukan dengan melakukan
perputaran pelarut menggunakan pompa atau mesin pengaduk yang akan
membuat pencampuran pelarut dan bahan baku secara berkesinambungan atau
dengan menggunakan gelombang ultrasonik. Ukuran partikel berpengaruh
terhadap mudah atau tidaknya bahan baku diambil ekstraknya. Bahan baku dalam
bentuk serbuk lebih mudah diekstrak dibandingkan dengan bentuk simplisia
(Harborne 1996).
Hasil ekstraksi yang memberikan senyawa obat secara lengkap dapat
diperoleh jika pelarut memberikan selektivitas maksimum, yaitu mencapai
kapasitas dalam batas waktu tertentu untuk mencapai koefisien penjenuhan. Ria
(1989) mengekstraksi rimpang temulawak menggunakan metode maserasi dengan
jumlah pelarut yang digunakan 400, 600, dan 800 ml. Lama ekstraksi antara 1,3,
hingga 5 jam, serta ukuran partikel 40 dan 60 mesh untuk melihat pengaruh
jumlah pelarut, lama ekstraksi, dan ukuran partikel terhadap rendemen dan mutu
oleoresin. Bahan baku diekstraksi pada suhu 50oC dengan kecepatan pengadukan 12
700 rpm dan pelarut methanol, diperoleh rendemen ekstrak yang diperoleh
berkisar antara 15,70-19,19%. Rendemen terbesar diperoleh pada saat jumlah
pelarut 600 ml, waktu ekstraksi 3 jam, dan ukuran partikel 40 mesh. Kadar
kurkumin yang diperoleh berkisar antara 1,86-3,06% jika digunakan jumlah
pelarut 400 ml, waktu ekstraksi 1 jam, dan ukuran partikel 40 mesh.
Menurut List dan Schmidt (1989), parameter yang mempengaruhi hasil
ekstraksi adalah perbandingan campuran, disolusi sel yang hancur, perendaman
dan penggembungan material, difusi sel utuh, tetapan kesetimbangan, suhu, pH,
interaksi senyawa yang terlarut dengan senyawa yang tidak terlarut, dan derajat
lipofilisitas.
Fraksi kurkuminoid merupakan komponen yang memberi warna kuning
pada rimpang temulawak. Selain dapat digunakan sebagai zat warna dalam
makanan, minuman, atau kosmetika, komponen kurkuminoid diketahui
mempunyai berbagai aktivitas biologik dalam spektrum luas. Fraksi kurkuminoid
yang terdapat dalam rimpang temulawak terdiri dari dua komponen, yaitu
kurkumin dan desmetoksikurkumin. Hal ini berbeda dengan kandungan
kurkuminoid pada rimpang kunyit (Curcuma domestika) yang mengandung satu
komponen lain yaitu bisdesmetoksikurkumin (Sidik 1992). Menurut Rismunandar
(1988), rimpang temulawak mengandung kurkumin sebesar 1,93%. Kadar
kurkumin dan minyak Atsiri tergantung pada umur rimpang. Kadar kurkumin dan
minyak Atsiri optimum tercapai saat rimpang berumur 10-12 bulan.
Kurkumin mempunyai rumus molekul C12H20O6 dengan bobot molekul
sebesar 368, sedangkan desmetoksikurkumin mempunyai rumus molekul
C20H18O5 dengan bobot molekul sebesar 338. Melihat struktur kimia kurkumin
dan desmetoksikurkumin, dan dengan memperhatikan aktivitas kurkumin yang
sinergis dengan bisdesmetoksikurkumin, diduga gugusan aktif pada kurkuminoid
terletak pada gugus metoksi karena pada bisdesmetoksikurkumin kedua gugus
metoksi telah disubstitusi dengan atom hidrogen. Gugus hidroksil fenolat yang
ada dalam struktur kurkuminoid menyebabkan kurkuminoid memiliki
aktivitas anti bakteri. Sifat kimia yang menarik adalah sifat perubahan warna
akibat perubahan pH lingkungan. Kurkuminoid dalam suasana asam berwarna
kuning atau kuning jingga, sedangkan dalam suasana basa kurkuminod berwarna 13
merah. Hal tersebut terjadi karena adanya sistem tautomeri pada molekulnya
(Sidik 1992).
2.2.2 Sifat dan Khasiat Temulawak
Temulawak dapat digunakan sebagai bahan obat utama (remedium
cardinal), bahan obat penunjang (remedium adjuvans), pemberi warna
(corrigentia coloris), maupun penambah aroma (corrigentia odoris). Secara
empiris, temulawak digunakan sebagai obat dalam bentuk tunggal maupun
campuran. Temulawak dapat digunakan untuk mengatasi gangguan hati dan
penyakit kuning, baik berupa rebusan maupun seduhan rimpang yang dijadikan
bubuk. Pati rimpang temulawak, dapat digunakan untuk makanan bayi atau
sebagai pembuat kue. Temulawak dapat diperbanyak dengan rimpang yang telah
berumur 9 bulan (Liang et al. 1985).
Rimpang berbau aromatik tajam, dengan rasa pahit agak pedas.
Temulawak mempunyai khasiat laktagoga, kolagoga, antiinflamasi, tonikum, dan
diuretik. Minyak Atsiri temulawak, juga berkhasiat fungistatik terhadap berbagai
jenis jamur dan bakteriostatik terhadap mikroba Staphyllococcus sp. dan
Salmonella sp. Aktivitas kolagoga rimpang temulawak ditandai dengan
meningkatnya produksi dan sekresi empedu yang bekerja sebagai kolekinetik dan
koleretik (Liang et al. 1985). Kolikinetik adalah suatu aktivitas yang berperan
dalam proses biosintesis peningkatan produksi empedu akibat terkandungnya
sodium kurkuminat yang aktif dalam kurkumin, sedangkan koleretik adalah
peningkatan sekresi empedu dari kantung empedu ke dalam usus halus (Solichedi
2003).
Kerja kolekinetik dilakukan oleh fraksi kurkuminoid, sedangkan kerja
koleretik dilakukan oleh komponen minyak Atsiri. Dengan meningkatnya
pengeluaran cairan empedu maka partikel padat dalam kandung empedu
berkurang. Keadaan ini akan mengurangi kolik empedu, perut kembung akibat
gangguan metabolisme lemak, dan menurunkan kadar kolesterol darah yang
tinggi.
Sebagi obat tradisional, temulawak paling umum dipakai untuk gangguan
hati dan penyakit kuning, baik berupa air perasan maupun rebusan. Disamping itu 14
juga sebagai ramuan jamu untuk obat demam (malaria), pegal-pegal, sembelit,
tonikum, laktagoga, penyakit katup pembuluh darah, dan usus dua belas jari
(Wahid 1985). Menurut Liang et al. (1985), temulawak dapat merangsang
produksi empedu oleh sel hati dan mensekresikan ke dalam kandung empedu dan
usus halus, serta merangsang sekresi pankreas. Dengan adanya rangsangan
produksi empedu, temulawak bermanfaat untuk penyakit saluran pencernaan,
yaitu kelainan di hati, kandung empedu, pankreas, dan usus halus.
Sastroamidjojo (1967) melaporkan pula menyebutkan bahwa rimpang
temulawak dapat digunakan untuk mengobati dan mengatasi radang hati
(hepatitis), sakit kuning (jaundice), radang ginjal, radang kronis kandung empedu
(kolestik kronis), meningkatkan aliran empedu ke saluran cerna, perut kembung,
tidak nafsu makan (anoreksia) akibat kekurangan cairan empedu, demam, pegal
linu, dan rematik, memulihkan kesehatan setelah melahirkan, sembelit, diare,
kolesterol darah tinggi (hiperkolesterolemia), haid tidak lancar, flek hitam di
muka, jerawat, wasir, penurunan produksi ASI (Air Susu Ibu).
Menurut Dalimarta (2000), ekstrak temulawak sangat manjur untuk
pengobatan penyakit hati. Hal ini disebabkan oleh komposisi kimia rimpang
temulawak yang mengandung protein pati sebesar 29-30%, kurkumin 1-3%, dan
minyak Atsiri 6-10%. Di samping itu, juga terbukti bisa menurunkan kadar
kolesterol dalam darah dan sel hati. Kurkumin berperan dalam menjaga dan
menyehatkan hati (hepatoprotector).15
2.3 Sel Darah Putih (Leukosit) pada Ayam
Darah adalah suatu cairan tubuh yang terdapat dalam pembuluh darah dan
mengalir ke seluruh tubuh. Darah terdiri dari plasma darah (55%) dan sel darah
(Caceci 1998). Plasma darah terdiri dari air, protein, lemak, karbohidrat, mineral,
enzim, dan hormon. Kerja zat-zat tersebut akan selalu seimbang oleh karena
mekanisme homeostasis yang berlangsung (Ganong 1996). Unsur seluler darah
yaitu sel darah merah (eritrosit), sel darah putih, dan trombosit yang tersuspensi di
dalam plasma dan mempunyai fungsi yang spesifik. Nilai normal hematologi
ayam disajikan pada Tabel 2. Secara umum darah berfungsi sebagai alat
transportasi, keseimbangan cairan tubuh, dan pertahanan tubuh dari infiltrasi
benda asing maupun mikroorganisme (Ganong 1996). Darah berperan penting
dalam termoregulasi dan homeostasis tubuh. Volume darah dalam tubuh
bervariasi tergantung ukuran tubuh, umur, derajat aktivitas tubuh, keadaan
kesehatan, makanan, dan lingkungan (Swenson 1977).
Leukosit adalah komponen aktif sistem pertahanan tubuh yang dibentuk
sebagian di dalam sumsum tulang dan sebagian lagi di dalam organ limfoid
seperti timus, burasa fabriscius pada unggas, dan limpa. Leukosit mampu keluar
dari pembuluh darah dan menuju ke jaringan-jaringan yang membutuhkan
(Ganong 1996). Leukosit adalah sel dengan nukleus dan organel (Caceci 1998).
Leukosit berfungsi untuk kekebalan tubuh, baik spesifik maupun non-spesifik.
Leukosit dapat dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu leukosit granulosit dan
leukosit agranulosit (Ganong 1996; Caceci 1998). Leukosit granulosit dikenal
dengan adanya granula khas yang terdapat di dalam sitoplasma, sedangkan
leukosit agranulosit tidak memiliki granula di dalam sitoplasma (Ganong 1996).16
Tabel 2 Nilai normal hematologi ayam
Parameter Kisaran Rataan
Eritrosit
Total eritrosit (x106
/ Ml) 2,5-3,5 3,0
Haemoglobin (g/dl) 7,0-13,0 9,0
PCV (%) 30,0 22,0-35,0
MCV (fl) 90,0-140,0 115.0
KIA (pg) 33,0-47,0 41,0
MCHC (%) 26,0-35,0 29,0
Leukosit
Total leukosit (/µl) 12.000-30.000 12.000
Heteroseksual 3000-6000 4500
Limfosit 7.000-17.500 14.000
Monosit 150-2.000 1.500
Eosinofil 0-1.000 400
Basofil Jarang -
Persentase distribusi
Heteroseksual 15,0-40,0 28,0
Limfosit 45,0-70,0 60,0
Monosit 5,0- 10,0 8,0
Eosinofil 1,5-6,0 4,0
Basofil Jarang -
Fibrinogen (g / dl) 0,1-0,4 0,2
Trombosit (x105
/ Ml) 20,0-40,0 30,0
Total plasma protein (g / dl) 4,0-5,5 4,5
Sumber : (Jain 1986)
2.3.1 Eosinofil
Eosinofil adalah sel yang besar dengan sitoplasma banyak mengandung
granula, dan akan tampak merah jika diwarnai dengan pewarnaan yang bersifat
basa (Gambar 4). Inti eosinofil memiliki lobulasi yang lebih sedikit dibandingkan17
dengan heterofil (neutrofil) (Ganong 1996). Sel ini dibentuk di dalam sumsum
tulang, sangat motil dan bersifat fagositik (Ganong 1996; Melvin et al. 1993).
Eosinofil berperan dalam reaksi alergi, serangan parasit (Caceci 1998) dan
jumlahnya akan terus meningkat selama serangan alergi. Mereka bersifat fagositik
terutama terhadap antigen dan antibodi kompleks (Caceci 1998; Malvin et al.
1993). Fungsi lainnya yaitu mengendalikan dan mengurangi reaksi
hipersensitivitas (Kresno 1996 Sukarno pada tahun 2000).
Eosinofil (Gambar 5) akan diproduksi dalam jumlah besar dan bermigrasi
ke jaringan pada penderita infeksi parasit. Mekanismenya adalah dengan cara
melekatkan diri pada parasit, kemudian melepaskan bahan-bahan yang dapat
membunuh parasit tersebut. Jumlah eosinofil dalam sirkulasi darah ayam secara
normal sangat sedikit, yaitu berkisar antara 0-7 % (Smith dan Mangkoewidjojo
1988), dan akan meningkat pada saat alergi dan infestasi parasit tertentu seperti
cacing (Melvin et al. 1993).
Gambar 4. Eosinofil ayam tampak granul sitoplasma berwarna merah jambu
(Anonim 2008c
)
2.3.2 heteroseksual (neutrofil)
Heterofil (Gambar 5) merupakan sel granulosit polimorfonuklear pada
darah unggas dan sama dengan neutrofil pada darah mamalia yang diproduksi di
dalam sumsum tulang. Sitoplasma pada heterofil tidak berwarna, dan hal ini yang
membedakan heterofil dengan eosinofil dan basofil. Persentase heterofil ayam
normal berkisar antara 9-56% (Smith dan Mangkoewidjojo 1988). Sturkie (1976)
melaporkan bahwa heterofil memiliki ciri-ciri granulosit berbentuk bulat dengan
diameter 10-15µ dan bersifat polimorfonuklear pseudoeosinofilik. Biasanya
granula pada sitoplasma berbentuk bulat dan bersifat asidofilik, juga mengandung 18
butir halus berwarna ungu dengan ukuran bervariasi. Masa hidup heterofil di
dalam sirkulasi dalam keadaan infeksi berat lebih pendek dibandingkan dalam
keadaan normal, yaitu hanya beberapa jam. Selanjutnya heterofil dengan cepat
menuju ke daerah infeksi (Guyton 1996).
Gambar 5. Heterofil ayam tampak granul sitoplasma tidak berwarna
(Anonim 2008c
)
Heterofil mempunyai fungsi fagositosis. Sel yang akan memasuki jaringan
merupakan sel matang dan berperan sebagai garis pertahanan pertama bagi tubuh.
Setelah melakukan proses fagositosis, sel heterofil akan menjadi tidak aktif dan
mati (Tizard 2000). Peningkatan heterofil dapat dilihat pada peradangan akut dan
penyakit infeksius seperti chlamydia, bakterial, dan fungal (Melvin et al. 1993).
Heterofil memiliki aktivitas amuboid dan memiliki sifat fagositosis untuk
mempertahankan tubuh melawan infeksi benda asing seperti virus dan partikel
lain. Invasi bakteri, virus, dan parasit yang terjadi di jaringan akan mengakibatkan
heterofil bergerak ke daerah infeksi melalui diapedesis dan gerak amuboid.
Heterofil tertarik ke daerah invasi karena adanya berbagai faktor kemotaktik dari
sel yang rusak untuk memfagosit bakteri dan partikel asing lainnya (Melvin et al.
1993). Proses penghancuran benda asing atau mikroorganisme dengan proses
fagositosis oleh heterofil yaitu partikel tersebut terkurung dalam sitoplasma
heteroseksual Dan ditempatkan Dalam fagosom (Tizard, 2000).
2.3.3 basofil
Basofil (Gambar 6) adalah leukosit granulosit yang bersifat
polimorfonuklear-basofilik. Ukuran basofil lebih besar dibandingkan dengan
heterofil. Persentase basofil dalam darah ayam berkisar antara 1-4% (Melvin et
al. 1993). Bentuk sel tidak teratur dengan inti dan sitoplasma akan tampak biru19
jika diwarnai dengan pewarnaan yang bersifat asam. Basofil dibentuk di dalam
sumsum tulang (Melvin et al. 1993). Peningkatan jumlah basofil merupakan
indikasi adanya peradangan akut yang menyebabkan hipersensitivitas dan adanya
infeksi saluran pernapasan dan kerusakan jaringan yang hebat (Melvin et al.
1993). Basofil mempunyai fungsi yang sama dengan sel mast yaitu
membangkitkan proses perbarahan akut pada tempat deposisi antigen (Tizard
2000). Basofil berperan penting pada reaksi hipersensitivitas tipe cepat (Ganong
1996).
Gambar 6. Basofil ayam tampak granul sitoplasma berwarna biru
(Anonim 2008c
)
2.3.4 Limfosit
Limfosit (Gambar 7) merupakan sel yang tidak bergranul, dengan
persentase di dalam darah unggas berkisar antara 24-84% (Smith dan
Mangkoewidjojo 1988). Berdasarkan ukuran, limfosit terbagi menjadi limfosit
besar, sedang, dan kecil. Limfosit kecil merupakan bentuk dewasa, sedangkan
limfosit sedang dan besar merupakan limfosit muda (paralimfosit). Sel ini
dibentuk di dalam limpa, kelenjar limfe, timus, sumsum tulang, tonsil, dan bursa
fabrisius. Sitoplasma limfosit dewasa atau tipe kecil bersifat basofilik. Limfosit
muda atau limfosit tipe besar dikelilingi oleh sitoplasma. Masa hidup limfosit
sangat lama, berkisar antara 100-300 hari atau bahkan tahunan (Guyton 1996).
Limfosit sangat berperan dalam sistem kekebalan tubuh (Melvin et al.
1993). Fungsi utama limfosit adalah memproduksi antibodi sebagai sel efektor
khusus dalam menanggapi antigen yang terikat pada makrofag (Tizard 2000).
Limfosit dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu limfosit T yang berasal dari timus
dan limfosit B yang berasal dari bursa fabrisius. Sebanyak 70-75% limfosit T
menghasilkan tanggap kebal yang berperantara sel yaitu tanggap kebal seluler, 20
juga menghasilkan limfokin yang mencegah perpindahan makrofag dan
merupakan media kekebalan. Limfosit B berperan dalam reaksi kekebalan
humoral dan tumbuh menjadi sel plasma pembentuk antibodi (Tizard 2000).
Limfosit ada dalam jumlah banyak di usus, uterus, dan membran mukosa respirasi
dengan cara migrasi. Limfosit ini motil dan menunjukkan aktivitas amuboid tapi
tidak fagositik (Melvin et al. 1993).
Gambar 7. Limfosit
(Anonim 2008c
)
2.3.5 Monosit
Monosit (Gambar 8) merupakan leukosit agranulosit dan merupakan jenis
leukosit dengan ukuran sel terbesar, dengan sitoplasma lebih banyak
dibandingkan dengan sitoplasma pada limfosit besar. Monosit dalam darah unggas
sulit dibedakan dengan limfosit besar karena banyak bentuk-bentuk transisinya.
Persentase normal monosit pada darah ayam berkisar antara 0-30% (Smith dan
Mangkoewidjojo 1988). Sitoplasma monosit mengambil warna basofil. Inti
monosit berbentuk bulat, besar seperti tapal kuda atau ginjal dengan salah satu
tepi melekuk ke dalam. Monosit dibentuk di dalam sumsum tulang belakang yang
akan masuk ke dalam jaringan dalam bentuk makrofag (Kimabal 1990 dalam
Punto 2002).
Gambar 8. Monosit
(Anonim 2008c
) Dua puluh satu
Apabila monosit masuk ke jaringan maka akan berubah menjadi makrofag
bebas dalam pertahanan jaringan melawan agen infeksi seperti bakteri, benda
asing, sel-sel mati, dan membantu membersihkan sel-sel yang rusak. Sel ini
memiliki kemampuan fagositosis yang tinggi setelah diaktifkan oleh limfokin
dari limfosit T (Ganong 1996).
Monosit berperan dalam mengatur tanggap kebal dengan mengeluarkan
glikoprotein pengatur monokin seperti interferon, interleukin I, dan zat
farmakologi aktif seperti prostaglandin dan lipoprotein. Monosit juga merupakan
makrofag muda yang beredar dalam darah dan berperan dalam mempertahankan
tubuh terhadap infeksi organisme, sel yang nekrotik, dan reruntuhan sel. Selama
proses penyembuhan, makrofag membersihkan sisa-sisa jaringan yang mengalami
kerusakan. Makrofag tersebut akan menghasilkan faktor pertumbuhan yang
merangsang perbaikan jaringan. Monosit berada di dalam darah sekitar 40 jam
dan dapat hidup di jaringan dalam beberapa bulan (Tizard 2000).22
III. METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tenpat Penelitian
Penelitian dilaksanakan bulan September 2007 sampai dengan Agustus
2008 bertempat di Bagian Patologi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi,
Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 80 ekor ayam
petelur strain ISA Brown umur 16 minggu, ekstrak etanol temulawak, ekstrak
meniran komersial, pelarut etanol 70% dan 96%, vaksin komersial lengkap untuk
ayam petelur (Marek, ND, IB, IBD, Pox), larutan pewarna Giemsa, NaCl
fisiologis, label, minyak emersi, kapas,dan pakan ayam layer komersial.
Peralatan yang digunakan dalam penelitian meliputi kandang ayam,
timbangan, gunting, pinset, syringe 1 ml, dan hemositometer set. Alat-alat gelas
yaitu gelas obyek, gelas penutup, pipet dan mikroskop cahaya untuk pengamatan.
3.3 Metode penelitian
3.3.1 Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan ayam petelur strain ISA Brown yang sudah
mendapatkan vaksin lengkap. Umur 7 minggu ayam diberi vaksin AI (Avian
Influenza), 13 minggu dilakukan booster, dan pada umur 16 minggu (bobot badan
yang seragam) sampai dengan 20 minggu diberi perlakuan. Sebelum perlakuan
dimulai, dilakukan masa adaptasi selama 7 hari untuk mengembalikan kondisi
ayam dari stres karena pemindahan dan transportasi. Selama masa ini diberikan
vitamin dan elektrolit (Nopstress VitaminTM) lewat air minum sesuai dengan
rekomendasi pabrik pembuat. Sebanyak 80 ekor ayam yang telah divaksinasi
dengan vaksin AI H5N1 inaktif dibagi ke dalam 8 kelompok perlakuan, dengan
setiap perlakuan diberikan secara oral (dengan kekuatan-sonde
lambung) selama 4 minggu dengan selang istirahat selama 3 hari setiap minggu.
Delapan kelompok perlakuan yang diberikan adalah :23
P1 : perlakuan 1, ekstrak etanol (70%) temulawak 17,5 mg/kg BB.
P2 : perlakuan 2, ekstrak atanol (70%) temulawak 35 mg/kg BB.
P3 : perlakuan 3, ekstrak etanol (70%) temulawak 52,5 mg/kg BB.
P4 : perlakuan 4, ekstrak etanol (96%) temulawak 17,5 mg/kg BB.
P5 : perlakuan 5, ekstrak etanol (96%) temulawak 35 mg/kg BB.
P6 : perlakuan 6, ekstrak etanol (96%) temulawak 52,5 mg/kg BB.
K(+) : Kontrol positif berupa ekstrak meniran komersial dosis 0,2ml/ kg BB.
K(-) : Kontrol negatif berupa NaCl fisiologis dengan dosis 0,5 ml/kg BB.
3.3.2 Pembuatan Ekstrak Temulawak
Pembuatan ekstrak temulawak menggunakan metode maserasi.
Sebelumnya dibuat terlebih dahulu simplisia rimpang temulawak, selanjutnya
simplisia temulawak direndam selama 6 jam dengan pelarut etanol dan aquabidest
dengan perbandingan 1 : 10. Selama perendaman, campuran ini diaduk setiap 3
jam dalam kurun waktu 24 jam. Kemudian campuran diperas untuk memisahkan
larutan dan endapan, endapan inilah yang digunakan. Setelah itu pelarut untuk
ekstraksi dipisahkan kembali dengan penguapan menggunakan pompa vakum
evaporator pada suhu 50oC (Afifah et al. 2005). Alkohol dipakai karena relatif
aman untuk makanan, sifat polarnya membantu dalam mendapatkan emulsi
oleoresin yang baik dan mempermudah kelarutan dalam air.
3.3.3 Pemberian Perlakuan terhadap Hewan Percobaan
Perlakuan diberikan selama 32 hari dengan interval 24 jam yang dilakukan
pada pukul 12.00 WIB. Setelah 7 hari pemberian perlakuan, ayam distirahatkan
selama 3 hari tanpa perlakuan. Perlakuan yang diberikan adalah : (1) diberikan
pencekokan ekstrak temulawak secara oral dengan dosis 17,5 mg per kilogram
berat badan dengan pelarut 70 % Etanol; (2) diberikan pencekokan ekstrak
temulawak secara oral dengan dosis 35 mg per kilogram berat badan dengan
pelarut 96 % Etanol; (3) diberikan pencekokan ekstrak temulawak secara oral
dengan dosis 35 mg per kilogram berat badan dengan pelarut 70 % Etanol; (4)
diberikan pencekokan ekstrak temulawak secara oral dengan dosis 35 mg per 24
kilogram berat badan dengan pelarut 96 % Etanol; (5) diberikan pencekokan
ekstrak temulawak secara oral dengan dosis 52,5 mg per kilogram berat badan
dengan pelarut 70 % Etanol; (6) diberikan pencekokan ekstrak temulawak secara
oral dengan dosis 52,5 mg per kilogram berat badan dengan pelarut 96 % Etanol;
(7) diberikan pencekokan meniran komersial secara oral dengan dosis 0.2 cc per
kilogram berat badan sebagai kontrol positif; (8) diberikan pencekokan NaCl
fisiologis secara oral dengan dosis 0.5 ml/kg BB sebagai kontrol negatif (posisi
ayam dalam kandang dan data pencekokan terlampir).
3.3.4 Pemeriksaan Jumlah Total dan Diferensiasi Leukosit
Sampel darah diambil dari setiap ekor ayam dari masing-masing kelompok
perlakuan (Gambar 9). Jadwal pengambilan sampel darah adalah sebelum dan
setelah pemberian ekstrak temulawak berakhir pada semua kelompok perlakuan.
Gambar 9. Pengambilan darah ayam dari vena brachialis.
Jumlah leukosit dihitung menggunakan metode hemositometer. Darah
ayam dihisap dari vena di daerah sayap (vena brachialis) dengan aspirator pada
pipet leukosit. Kemudian dengan pipet yang sama dihisap larutan Ress dan Ecker,
lalu dihomogenkan perlahan-lahan. Campuran tersebut kemudian dimasukkan ke
dalam kamar hitung Neubaueur dan jumlah total leukosit dihitung menggunakan
mikroskop dengan perbesaran 400x. Hasil yang diperoleh dinyatakan dalam 1000
sel/mm3
.
Untuk pemeriksaan diferensiasi leukosit, contoh darah diambil dari vena
brachialis. Dibuat preparat ulas, dikeringkan, kemudian difiksasi dengan metanol 25
selama 5 menit dan diwarnai dengan Giemsa selama 30 menit. Penghitungan
dilakukan dalam seratus sel leukosit menggunakan mikroskop dengan perbesaran
1000x, meliputi sel heterofil, basofil, eosinofil, limfosit dan monosit. Hasil yang
diperoleh dinyatakan dalam persentase masing-masing jenis leukosit.
3.3.5 Analisis Data
Data kuantitatif dianalisis menggunakan uji analisis sidik ragam
(ANOVA), kemudian dilanjutkan dengan uji Duncan untuk mengetahui pengaruh
masing-masing jumlah ekstrak temulawak dan pengaruh pelarut etanol terhadap
perubahan yang diamati.26
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penghitungan terhadap jumlah total dan diferensiasi leukosit pada
ayam petelur strain ISA Brown setelah pemberian ekstrak etanol temulawak
(Curcuma xanthorrhiza Roxb.) selama 28 hari, sebagai berikut :
4.1 Jumlah Total Leukosit
Leukosit merupakan unit sistem pertahanan tubuh yang mobile. Leukosit
sebagian besar dibentuk di sumsum tulang dan sebagian lagi di jaringan limfoid.
Setelah dibentuk, sel darah putih diangkut dalam darah menuju ke berbagai bagian
tubuh yang membutuhkannya. Manfaat dari leukosit yang sebenarnya adalah
untuk menyediakan pertahanan tubuh yang cepat dan kuat terhadap agen-agen
infeksius (Guyton&Hall 2008). Nilai persentase rataan pertambahan jumlah total
leukosit masing-masing perlakuan disajikan pada Gambar 10.
Gambar 10. Grafik rata-rata persentase pertambahan jumlah total leukosit (x1000
sel/mm3
) pada ayam setelah pemberian ekstrak etanol temulawak (Curcuma
xanthorrhiza Roxb.) dosis bertingkat. Huruf superskrip yang sama
menyatakan tidak berbeda nyata pada taraf p>0,05.
Gambar 10 memperlihatkan bahwa rataan pertambahan jumlah total
leukosit tertinggi terdapat pada kelompok perlakuan P5 dengan pemberian ekstrak
etanol temulawak dosis 35 mg/kg BB-96%, kemudian P2 dengan pemberian 27
ekstrak etanol temulawak dosis 35 mg/kg BB-70%. Nilai rataan pertambahan
terkecil ditunjukkan oleh kelompok perlakuan K(-) kontrol negatif yang diberi
NaCl fisiologis dengan dosis 0,5 cc/kg BB.
Berdasarkan uji Anova terlihat bahwa pemberian ekstrak etanol
temulawak berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap pertambahan leukosit ayam
petelur (Gallus gallus) pada setiap kelompok perlakuan. Hasil pertambahan
jumlah total leukosit tertinggi terdapat pada kelompok perlakuan P5 dengan
pemberian ekstrak etanol (96%) temulawak 35 mg/kg BB. Hasil uji Duncan
menunjukkan bahwa pemberian ekstrak etanol temulawak pada kelompok
perlakuan P5 menghasilkan pertambahan jumlah total leukosit yang relatif sama
dengan ekstrak etanol temulawak P2, tidak berbeda nyata dengan P6 (p>0,05) dan
berbeda nyata dengan K(-) (p<0,05).
4.2 Diferensiasi Leukosit
4.2.1 heteroseksual (neutrofil)
Heterofil merupakan leukosit granulosit yang berperan dalam respon
terhadap infeksi. Leukosit heterofil dikenal sebagai pertahanan pertama tubuh
(first line defense). Menurut Tizard (2000), fungsi utama heterofil adalah
menghancurkan bahan asing melalui proses fagositosis. Rataan pertambahan
persentase heterofil masing-masing perlakuan disajikan pada Gambar 11.28
Gambar 11. Grafik rata-rata pertambahan persentase heterofil pada ayam setelah
pemberian ekstrak etanol temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) dosis
bertingkat. Huruf superskrip yang sama menyatakan tidak berbeda nyata
pada taraf p>0,05.
Gambar 11 memperlihatkan bahwa rataan pertambahan persentase
heterofil yang memiliki nilai rataan tertinggi terdapat pada kelompok perlakuan
P6 dengan pemberian ekstrak etanol (96%) temulawak 52,5% mg/kg BB. Menurut
hasil uji Anova, kelompok perlakuan P6 tidak berbeda nyata dengan P3 (p>0,05)
yang diberi ekstrak etanol (70%) temulawak dosis 52,5 mg/kg BB tetapi berbeda
nyata dengan K(+) dan K (-) (p<0,05).
4.2.2 Monosit
Sel-sel monosit yang masuk jaringan akan menjadi makrofag jaringan
(Ganong 1996). Peran utama makrofag adalah melakukan fagositosis,
menghancurkan partikel asing dan jaringan mati, serta mengolah bahan asing
sedemikian rupa sehingga bahan asing itu dapat membangkitkan tanggap kebal.
Makrofag yang aktif akan bermigrasi sebagai respon terhadap rangsangan
kemotaktik. Tidak hanya pada produk mikroorganisme dan produk reaksi kebal
tapi juga pada faktor yang dikeluarkan oleh sel-sel yang rusak, terutama heterofil
yang rusak (Tizard 2000). Rataan pertambahan persentase monosit masing-masing
perlakuan disajikan pada Gambar 12.29
Gambar 12. Grafik rata-rata pertambahan persentase monosit pada ayam setelah
pemberian ekstrak etanol temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) dosis
bertingkat. Huruf superskrip yang sama menyatakan tidak berbeda nyata
pada taraf p>0,05.
Gambar 12 memperlihatkan bahwa rataan pertambahan persentase monosit
yang memiliki nilai tertinggi didapat oleh perlakuan P5 dengan pemberian ekstrak
etanol (96%) temulawak 52,5 mg/kg BB. Menurut uji Duncan, kelompok
perlakuan P5 tidak berbeda nyata dengan P4, P6, dan K(+) (P>0,05), tetapi
berbeda nyata dengan K (-) (P<0,05).
Hasil ini menunjukkan bahwa pemberian ekstrak temulawak dapat
meningkatkan jumlah monosit. Jika pertambahan monosit dari setiap perlakuan
diurutkan dari pertambahan dengan jumlah terkecil sampai terbesar, maka
urutannya adalah K(-), P1, P2, P3, K(+), P4, P6, dan P5.
4.2.3 Limfosit
Limfosit merupakan sel utama dalam kekebalan karena fungsi utamanya
adalah memproduksi antibodi atau sebagai sel efektor khusus dalam menanggapi
antigen terikat makrofag. Tanggap kebal ini akan terjadi bila tersedia lingkungan
untuk interaksi yang efisien antara limfosit, makrofag, dan antigen. Rataan
pertumbuhan persentase limfosit masing-masing perlakuan disajikan pada Gambar
13.30
Gambar 13. Grafik rata-rata pertambahan persentase limfosit pada ayam setelah
pemberian ekstrak etanol temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) dosis
bertingkat. Huruf superskrip yang sama menyatakan tidak berbeda nyata
pada taraf p>0,05.
Hasil penghitungan limfosit dan pengujian dengan Anova menunjukkan
bahwa perlakuan yang diberikan mempunyai pengaruh yang nyata (p<0,05)
terhadap pertambahan persentase limfosit. Hal ini memberikan arti bahwa
pemberian ekstrak etanol temulawak dapat meningkatkan persentase limfosit di
dalam darah ayam petelur. Gambar 13 memperlihatkan bahwa pertambahan
persentase limfosit tertinggi terdapat pada kelompok perlakuan P5 dengan
pemberian ekstrak etanol temulawak 35 mg/kg BB-96%. Menurut uji Duncan,
pertambahan persentase limfosit tertinggi terdapat pada kelompok perlakuan P5
dengan pemberian ekstrak etanol (96%) temulawak 35 mg/kg BB yang relatif
sama dengan P6, dan tidak berbeda nyata dengan P4 (p>0,05), tetapi berbeda
nyata dengan K(-) (p<0,05). Jika hasil pertambahan persentase limfosit setiap
perlakuan diurutkan dari yang terkecil sampai yang terbesar, maka urutannya
adalah K(-), P1, P3, K(+), P2, P4, P6, dan P5.
Kelompok perlakuan P5 menggunakan ekstrak etanol temulawak 35
mg/kg BB-96% menunjukkan pertambahan persentase limfosit tertinggi.
sedangkan K(-) yang diberi NaCl fisiologis dengan dosis 0,5 cc/kg BB
menunjukkan pertambahan persentase limfosit terendah.31
4.2.4 Eosinofil
Eosinofil merupakan sel fagosit yang lemah, dan menunjukkan fenomena
kemotaksis. Eosinofil diproduksi dalam jumlah besar pada pasien terinfeksi
parasit. Eosinofil ini bermigrasi dalam jumlah besar menuju jaringan yang
diserang oleh parasit. Eosinofil juga diduga mampu mendetoksifikasi beberapa
zat pencetus peradangan yang disebabkan oleh sel mast dan basofil, dan juga
memfagositosis dan menghancurkan kompleks alergen-antibodi, sehingga
mencegah penyebaran proses peradangan setempat (Ganong&Hall 2008). Rataan
pertambahan persentase eosinofil masing-masing perlakuan disajikan pada
Gambar 14.
Gambar 14. Grafik rata-rata pertambahan persentase eosinofil pada ayam setelah
pemberian ekstrak etanol temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) dosis
bertingkat. Huruf superskrip yang sama menyatakan tidak berbeda nyata
pada taraf p>0,05.
Gambar 14 memperlihatkan bahwa rataan pertambahan persentase
eosinofil yang memiliki nilai tertinggi didapat oleh kelompok perlakuan P6
dengan pemberian ekstrak etanol (96%) temulawak 52,5 mg/kg BB. Menurut uji
Duncan, kelompok perlakuan P6 tidak berbeda nyata dengan P3 (p>0,05), tetapi
berbeda nyata dengan K(-) (p<0,05). Jika hasil pertambahan persentase eosinofil
diurutkan dari yang terkecil hingga terbesar, maka urutannya adalah kelompok
perlakuan K(-), P1, K(+), P2, P5, P4, P3 dan P6. Perlakuan P3 dan P6 32
menggunakan dosis yang sama yaitu 52,5 mg/kg BB, namun demikian pelarut
yang digunakan berbeda. Pelarut 96% menunjukkan pertambahan persentase
eosinofil yang lebih tinggi dibandingkan dengan pelarut 70%.
4.2.5 basofil
Basofil melepaskan heparin ke dalam darah, yaitu suatu bahan yang dapat
mencegah pembekuan darah. Basofil juga melepaskan histamin, dan sejumlah
kecil bradikinin serta serotonin. Basofil sangat berperan pada beberapa tipe reaksi
alergi, karena tipe antibodi yang menyebabkan reaksi alergi, yaitu tipe
immunoglobulin E (IgE), mempunyai kecenderungan khusus untuk melekat pada
sel mast dan basofil (Guyton&Hall 2008). Rataan persentase pertambahan
persentase basofil masing-masing perlakuan disajikan pada Gambar 15.
Gambar 15. Grafik rata-rata pertambahan persentase basofil pada ayam setelah pemberian
ekstrak etanol temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) dosis bertingkat.
Huruf superskrip yang sama menyatakan tidak berbeda nyata pada taraf
p> 0,05.
Gambar 15 menunjukkan hasil pertambahan persentase basofil tertinggi
terdapat pada kelompok perlakuan P6 dengan pemberian ekstrak etanol (96%)
temulawak 52,5 mg/kg BB. Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa pemberian
ekstrak etanol temulawak pada kelompok perlakuan P6 berbeda nyata dengan K
(-) (P<0,05). Kelompok perlakuan K(+) tidak berbeda nyata dengan kelompok P5, 33
P3, dan P1 (p>0,05). Semua kelompok perlakuan pemberian ekstrak etanol
temulawak berbeda nyata dengan K(-) (p<0,05).
Menurut Jain (1986), basofil jarang ditemukan pada darah ayam. Tidak
munculnya basofil merupakan sesuatu yang normal, mengingat sel basofil
memiliki daya fagositik sangat rendah dan secara normal jumlah sel ini sangat
sedikit dalam sirkulasi darah (Swenson et al. 1993). Basofil biasanya akan muncul
dengan melepaskan mediator untuk aktifitas perbarahan dan alergi. Juga ikut
dalam metabolisme trigliserida dan memiliki reseptor untuk IgE dan IgG yang
menyebabkan degranulasi melalui eksositosis. Peningkatan jumlah basofil
merupakan indikasi adanya peradangan akut yang menyebabkan reaksi
hipersensitivitas dan kerusakan jaringan.
Gambar 16 berikut adalah grafik yang membandingkan pengaruh
pemberian ekstrak etanol temulawak dengan dosis berbeda selama 28 hari
terhadap persentase heterofil, monosit, limfosit, eosinofil, dan basofil.
Gambar 16. Grafik rata-rata persentase masing-masing jenis leukosit pada ayam setelah
pemberian ekstrak etanol temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) dosis
bertingkat.
Gambar 16 memperlihatkan bahwa jika ekstrak temulawak dilarutkan
menggunakan pelarut etanol 96% menghasilkan pertambahan jumlah total dan
persentase semua jenis leukosit tertinggi dibandingkan dengan kelompok
perlakuan lainnya. Etanol 96% bersifat non-polar sehingga zat berkhasiat yang 34
banyak diserap adalah minyak atsiri (Purseglove et.al. 1981). Minyak atsiri kunyit
putih (Kaempferia rofuncia) diketahui dapat meningkatkan limfosit dan antibodi
spesifik, serta mengendalikan pertumbuhan sel tumor (Mardiana 2007).
Sedangkan ekstrak temulawak menggunakan pelarut etanol 70% bersifat polar dan
zat berkhasiat yang dapat diserap yaitu kurkumin dan polisakarida (Anonim
2006). Menurut Sidik et al. (1995), kurkumin dapat meningkatkan sintesis
antibodi IgG dan dapat meningkatkan sel NK (Natural Killer cells).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pertambahan jumlah total leukosit
tertinggi terdapat pada kelompok perlakuan P5 dengan pemberian ekstrak etanol
temulawak dosis 35 mg/kg BB dengan pelarut etanol 96%. Hasil ini menunjukkan
bahwa pemberian ekstrak temulawak mampu meningkatkan jumlah total leukosit
dalam sirkulasi darah. Penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2009), melaporkan
bahwa ekstrak etanol (70% dan 96%) temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)
dapat meningkatkan proliferasi sel limfosit secara in vitro.
Komponen bioaktif yang terdapat dalam obat herbal seperti temulawak
dapat mengaktifkan G-protein yang kemudian memproduksi fosfolipase C. Enzim
ini menghidrolisis fosfatidil inositol bifosfat (PIP2) menjadi produk reaktif
diasilgliserol (DAG) dan inositol trifosfat (IP3). Reaksi berlangsung
dalam membran plasma. IP3 kemudian menstimulasi pelepasan Ca2+ ke dalam
sitoplasma sehingga konsentrasi Ca2+ meningkat. Peningkatan Ca2+ berperan
penting dalam stimulasi kerja enzim protein kinase C. Protein kinase C
memproduksi interleukin 2 (IL-2), IL-2 ini kemudian menjadi arakhidonat yang
melalui jalur 5-lipoxygenase meningkatkan pembentukan cGMP. Peningkatan
cGMP berakibat pada peningkatan aktivitas cGMP dependent protein kinase yang
berfungsi dalam aktivasi DNA dependent, RNA polymerase, dan dalam awal
sintesis ribosomal (rRNA) dan RNA lainnya. Sintesa RNA dan protein yang aktif
dapat menyebabkan sel-sel leukosit (heterofil, neutrofil, eosinofil, monosit, dan
limfosit) memasuki fase pembelahan (Kumala 2006).
Menurut Campbell (2002), fase pembelahan terdiri dari 2 fase, yaitu fase
mitosis (M) di Interfase. Fase mitosis (M) Berhubung dgn mitosis dalam sitokinesis
yang merupakan bagian tersingkat dari siklus sel. Pembelahan sel mitotik yang
berurutan bergantian dengan interfase yang jauh lebih lama, yang sering kali 35
meliputi 90% dari siklus sel. Selama interfase inilah sel tumbuh dan menyalin
kromosom dalam persiapan untuk pembelahan sel. Interfase dapat dibagi menjadi
subfase: fase G1 (“gap pertama”), fase S, dan fase G2 (“gap kedua”). Selama
ketiga subfase ini, sel tumbuh dengan menghasilkan protein dan organel dalam
sitoplasma. Kromosom diduplikasi hanya selama fase S (sintesis DNA). Dengan
demikian, suatu sel tumbuh (G1), terus tumbuh begitu sel tersebut sudah menyalin
kromosomnya (S), dan tumbuh lagi sampai sel tersebut menyelesaikan
persiapannya untuk pembelahan sel (G2), dan membelah (M) (Campbell 2002).
Seperti halnya hampir semua peristiwa penting lain dalam sel, reproduksi berawal
dalam nukleus itu sendiri. Tahap pertama adalah replikasi (duplikasi) semua DNA
di didalam kromosom. Hanya setelah tahap ini dilalui, maka mitosis dapat
berlangsung (Guyton&Hall 2008). Menurut Kumala (2006), zat aktif dari
temulawak dapat meningkatkan cGMP dimana cGMP dapat mengaktivasi RNA
Polymerase. Enzim utama untuk replikasi DNA adalah sebuah kompleks dari
berbagai enzim yang disebut DNA Polymerase yang sebanding dengan RNA
Polymerase (Guyton & Hall 2008) .36
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Simpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah :
1. Ekstrak etanol temulawak dapat meningkatkan jumlah total leukosit dan
persentase semua jenis leukosit darah ayam,
2. Pemberian ekstrak etanol temulawak 96% memberikan efek pertambahan
jumlah total leukosit dan persentase semua jenis leukosit yang lebih tinggi
dibandingkan dengan ekstrak etanol 70%,
3. Selisih pertambahan tertinggi jumlah total dan diferensiasi leukosit
(heterofil, monosit, limfosit, eosinofil, dan basofil) ditunjukkan oleh
ekstrak etanol temulawak menggunakan pelarut 96% dengan dosis 35
mg/kg BB dan 52,5 mg/kg BB.
5.2 Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui zat bioaktif
utama dari temulawak yang dapat meningkatkan jumlah total dan
diferensiasi leukosit,
2. Perlu dilakukan uji toksisitas akibat pemberian ekstrak etanol temulawak.37
VI. DAFTAR PUSTAKA
[Anonim]. 2005. Leukosit. http://www.usm.edu/mbrg/jen WBC. html [30
Januari 2009].
. 2006. Echinacea Tingkatkan Kekebalan Tubuh. http://www.pikiranrakyat.co.id/cetak/2006/012006/26/cakrawala/lainnya.htm.[18
Agustus
2009]
. . 2008a
. http://www.google.com/ayam petelur. [Oktober 2008].
2008
b
. http://www.google.com/klasifikasi temulawak. [Oktober
2008].
. 2008c
. http://www.google.com/leukosit. [Oktober 2008].
Anggorowati B. 2002. Diferensial Leukosit Ayam Setelah Pemberian Berbagai
Dosis Infeksi Eimeria tenella [skripsi]. Bogor : Fakultas Kedokteran
Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Bombardeli E. 1991. Teknologi untuk Pengolahan Tanaman medis. CRC
Press. Florida.
Caceci T. 1998. Dibentuk Unsur Darah. Cancer Journal. 11 (3) 1743-
1826. http://www.cvm.tamu.edu/vaph 911 / labtoc.htm. [20 November
2008].
Campbell NA, Reece JB, Mitchell LG. 2002. Biologi Jilid 1. Ed. Ke-5. Jakarta:
Erlangga.
Dalimarta S. 2000. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 2. Jakarta: Trubus
Agriwidya.
Darwis SN. 1992. Tanaman Obat Famili Zingiberaceae. Seri Pengembangan no.
17. Jakarta.
Dewi LK. 2009. Aktivitas Ekstrak Etanol Temulawak (Curcuma xanthorrhiza
Roxb.) pada Proliferasi Sel Limfosit secara In Vitro [Skripsi]. Bogor:
Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran
Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Ganong WF. 1996. Fisiologi Kedokteran. Edisi 17. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Guyton AC. 1996. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 7. Bagian I. Ken
Ariata Tengadi, penerjemah. 1986. Jakarta : EGC. Terjemahan dari :
Textbook of Medical Physiology. Pp 65.
Makasih gan infonya sangat bermanfaat...langsung aja tkp Harga Hp Terbaru mantap gan sangat lengkap sekali
ReplyDeleteMakasih gan infonya sangat bermanfaat...langsung aja tkp Harga Hp Terbaru mantap gan sangat lengkap sekali
ReplyDeleteKami menjual berbagai macam sangkar ayam unik dan keren dari bahan baku kayu jati dengan motif ukir khas Jepara cocok buat semua ayam terutama ayam hias, motif apa saja bisa di pesan di toko kami phone/whatsApp/line ke nomor 085226888843 atau klik disini
ReplyDeleteterimakasih infonya. sangat bermanfaat sekali
ReplyDeleteBingung mencari Situs Judi Taruhan yang Terbaik dan Terpercaya 2019?
ReplyDeleteTidak perlu bingung, disini terdapat Agen BOLAVITA yang menyediakan berbagai macam permainan yang menarik dan bisa Anda mainkan.
• BOLA TANGKAS
• CASINO ONLINE
• SABUNG AYAM
• TARUHAN BOLA
• TOGEL ONLINE
• GAMES VIRTUAL
Agen BOLAVITA sudah terbukti aman, terpercaya serta pelayanan yang sangat bagus untuk para member, karena Deposit, Withdraw yang sangat cepat di proses, serta pelayanan Livechat yang sangat ramah.
Yuk langsung gabung saja di Agen BOLAVITA!!
www.bolavita.vip
Main Setiap Hari, Raih Bonus Setiap Hari, Semakin Sering Bermain, Semakin Banyak Bonus yang Anda Dapatkan.
Buktikan Hoki Anda Bersama dengan BOLAVITA!
Untuk info selanjutnya, hubungi kami di:
LIVECHAT : https://www.bolavita.vip/
WA : +62812-2222-995
BBM : BOLAVITA / D8C363CA
Yuk di add pin B -O-L- A- V- I- T- A
ReplyDeleteSabung ayam online ayam tarung bangkok dan semua jenis permainan judi online ..
Semua bonus menarik kami berikan setiap hari nya ... :)
www,bolavita,com
Terima kasih sudah berbagi, postingan yang bermanfaat dan menambah wawasan, jangan lupa kunjungi blog saya bangkokterbaik.blogspot.com, sukses selalu
ReplyDeleteWinning303 Arena Sabung Ayam Terpopuler yang menghadirkan Ayam Ras Juara dan Ras-ras Terkuat..Pertarungan yang sangat seru bakal di hadirkan disini..
ReplyDeleteWinning303 juga menyediakan permainan lain
1. Sportbooks
2. Live Casino
3. Slot Online
4. Lottery/Togel
5. Poker Online
Yang pastinya tidak kalah seru dengan permainan lainnya...
cukup 1 User ID untuk semua permainan..Gak Pake Ribet...
Ayo Langsung bergabung dengan kami...
Customer Service 24 Jam
Hubungi Kami di :
WA: +6287785425244
Winning303 Arena Sabung Ayam Terpopuler yang menghadirkan Ayam Ras Juara dan Ras-ras Terkuat..Pertarungan yang sangat seru bakal di hadirkan disini..
ReplyDeleteWinning303 juga menyediakan permainan lain
1. Sportbooks
2. Live Casino
3. Slot Online
4. Lottery/Togel
5. Poker Online
Yang pastinya tidak kalah seru dengan permainan lainnya...
cukup 1 User ID untuk semua permainan..Gak Pake Ribet...
Ayo Langsung bergabung dengan kami...
Customer Service 24 Jam
Hubungi Kami di :
WA: +6287785425244
Numpang komentar ya gan,
ReplyDeleteSaya ingin memberitahukan informasi mengenai tentang Ayam-ayaman.
Bagi para Botoh pemula yang ingin belajar cara ternak ayam, merawat ayam, menjadi ayam lebih kuat.
Anda Bisa Mengunjungi Artikel Sabung Ayam Dipersembahkan Oleh Tajen Online
https://bit.ly/2mjb0gG
Daftar Ayam Unik Termahal Yang Belum Diketahui Botoh
https://bit.ly/2mqa1vo
Manfaat Kayu Manis Pada Sabung Ayam Aduan
https://bit.ly/2lXiuWK
Anda Juga Bisa Melakukan Chatting Langsung Di Whatsapp Kami +62-8122-222-995
Terima Kasih Sudah Membaca Komentar Saya
Suka permainan Live casino????
ReplyDeletemau bonus cashback 10% dari kami tiap minggunya????
mari gabung bersama kami di Winning303
Dapatkan beragama bonus menarik dari kami
Informasi Lebih Lanjut, Silakan Hubungi Kami Di :
- WA : +6287785425244
Dapatkan Double Bonus dari Donaco Poker Setiap Hari!!
ReplyDeleteMau Tau Caranya??? Ayo Daftar..!!.atau Hubungi Kami Segera......
WHATSAPP : +6281333555662
Sering Kalah Bermain Poker atau Permainan Lain?? Butuh Konsultasi Seputar Poker atau Permainan Lain Agar Menang Terus??
ReplyDeletePendaftaran Gratis!!
Dapatkan Info Freechip Terbaru Dari Donaco Poker..
Nikmati juga kemudahan dalam bertransaksi menggunakan OVO Pay Donaco Poker...
Dapatkan Juga
- Bonus Deposit 15% New Member Weekend.
- Bonus Deposit 10% Next Deposit Weekend.
- BONUS DEPOSIT HARIAN 5%
- BONUS ROLLINGAN MINGGUAN 0.5%
- BONUS KEJUTAN LAINNYA
Hubungi Kami Secepatnya Di :
WHATSAPP : +6281333555662
Pernahkah merasa tertipu oleh agen yang sangat anda percayai?? yang menawarkan berbagai bonus dan kata-kata manis?? dan akhir yang anda dapatkan adalah kecewa??
ReplyDeleteSaatnya Tinggalkan itu semua.. Kami hadir untuk mengembalikan semangat bermain anda..dapatkan pelayanan memuaskan yang nyaman dan tidak ribet..
Dapatkan Proses Transaksi Deposit & Withdraw Yang Cepat dan Tidak Ribet..Bonus yang PASTI..
Kami Tidak Takut Anda Menang...Kami Segan Jika Anda Kecewa...
Winning303 Agen betting online yang sudah berpengalaman dan profesional..Hadirkan Permainan Lengkap dan Pelayanan Ramah serta Profesional yang membuat anda tidak akan berpaling lagi..
Cukup 1 ID saja dan tidak perlu ribet ganti user id untuk bermain:
-Sports
-Poker
-Live Casino
-Slots
-Lotere/Togel
-Sabung Ayam'
Winning 303 Banjir Hadiah Yukz gabung bersama kami dan Dapatkan Langsung
Bonus New Member Slot 15%
Bonus New Member Poker 10%
Bonus New Member Sabung Ayam 10%
Bonus New Member Sportsbook & Live Casino 20%
Bonus Deposit 10% Setiap Hari
Bonus Deposit 10% Slot Setiap Hari
Bonus Deposit Sabung Ayam 5%
Bonus Cashback 5-10%
Bonus 100% 7x Kemenangan Beruntun Sabung Ayam
Diskon Togel Hingga 65%
Bonus Rollingan Slot 1%
Bonus Rollingan Poker dan Live Casino 0.5%
Yang Lain Sudah Bergabung...Sekarang Giliran Anda....
Customer Service 24 Jam
Hubungi Kami di :
WA: +6287785425244