Thursday, 20 August 2015


Bukankah semua penyakit dapat menyebabkan turunnya produksi telur? Soal penyebab utamanya, tentu saja berdasar kenyataan lapangan. Ternyata memang ada penyebab turunnya produksi telur yang bersifat infeksius, dan ada pula penyebab yang bersifat non infeksius.

Yang sekarang sedang ‘nge-trend’, penyakit utama penyebab turunnya produksi telur ayam layer, “Adalah AI dan ND,” ungkap peternak ayam petelur di daerah elit segitiga emas Pondok Indah-Bintaro-Bumi Serpong Damai Tangerang dan Jakarta Ricky Bangsaratoe. Terhadap AI (Avian Influenza) dan ND (New Castle Disease) ini, peternak sudah sangat familiar.

kasus pada banyak peternakan yang dijumpai adalah ND, IB (Infectious Bronchitis), juga Coryza. “Kemungkinan AI juga ada tapi belum dikonfirmasi laboratorium,” katanya seraya ada juga yang dicurigai ke AE (Avian Enchephalomyelitis).

Semua kasus itu menurut Drh Ratri menyebabkan penurunan produksi telur, bahkan ada yang sampai 20-30 persen. Manifestasi yang dijumpai bermacam-macam, seperti ada yang kerabang telurnya lembek, tidak bulat telur, pucat, pipih, mudah pecah, albumin bagian luar dan dalam sangat encer dan lain-lain. Dari semua kasus yang dijumpai ia mengaku angka kematian sudah jarang ada. Namun, “Penurunan produksi telur itu pasti,” katanya.

Ratriastuti menambahkan terhadap penyakit yang menyebabkan turunnya produksi telur itu diagnosa sering dikacaukan oleh begitu banyak persamaan manifestasi antara satu penyakit dengan penyakit lain. Pemeriksaan laboratorium, termasuk dengan titer antibodi, di sini pun mengambil peran dalam pemastian diagnosa.

Ditambahkan oleh Senior Manager Animal Health Kemitraan Jawa Timur PT Sierad Produce Drh Andy Tristijanto, penyebab turunnya produksi telur layer memang banyak. Penyakit-penyakit itu mulai dari penyakit viral (AI, IB, ND, EDS), penyakit bakterial (CRD) bahkan bisa mikotoksin.

Kemudian Direktur CV Bintang Mandiri Tasikmalaya Drh Teguh Budi Wibowo pun mengungkap beberapa penyakit yang dapat menurunkan produksi telur biasanya disebabkan oleh virus yaitu New Castle Disease, Avian Influenza, Infectious Bronchitis, Egg Drop Syndrome, dan lain lain. Katanya, “Faktor penyebab seperti ini dalam bahasa kedokteran hewan biasa disebut causa prima-nya adalah virus.”

Adapun sesungguhnya, hampir semua penyakit unggas khususnya ayam petelur, akan berpengaruh pada produksi telur. “Tapi di sini ada perbedaan persentase dan signifikansi yang besar,” kata seorang narasumber yang tidak mau disebutkan namanya.

sebenarnya hampir semua penyakit unggas menyebabkan penurunan produksi. Karena, ujarnya, “Ayam menjadi stres dan keseimbangan fisiologisnya terganggu termasuk keseimbangan dan pengaturan fungsi bertelur.”

 untuk ayam petelur diperhatikan 2 masalah utama yaitu penyakit (infeksi atau non-infeksi) dan juga penurunan produksi karena malnutrisi (termasuk kesalahan pengaturan asupan gizi).

 “Penyebab utama turunnya produksi telur ayam petelur terbagi menjadi dua, yakni faktor infeksius (penyakit menular: AI, ND, IB, EDS’76, Fowl Cholera, CRD, Ascariasis dan lain-lain) dan faktor non infeksius (defisiensi vitamin, asam amino, mineral, intoksikasi, Aflatoksikosis dan lain-lain),” paparnya.

Selain itu, persentase dan signifikansi berbagai penyakit hendaknya dilihat sesuai dengan kenyataan lapangan. Ternyata penyakit penyebab turunnya produksi telur memang banyak. Meski, “Kalau dirunut dari nama penyakit ya tentunya EDS (Egg Drops Syndrom). Namanya saja sudah jelas,” kata narasumber lain yang tidak mau disebutkan namanya itu seraya berharap hal ini jangan dilihat dari aspek perdagangan obat hewan.

Menurut narasumber ini, ada juga penyakit lain yang juga dapat menyebabkan turunnya produksi telur, misal penyakit yang khusus menyerang organ reproduksi ayam. Gangguan nutrisi juga berperan dalam produktivitas telur. Namun, katanya, “Gangguan nutrisi sebetulnya bukanlah penyakit, namun dapat memunculkan penyakit.

Pencapaian produksi telur yang maksimal secara umum dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu
genetik, ransum dan manajemen, sehingga selain faktor ransum, faktor genetik dan manajemen juga ikut menentukan produksi telur maksimal. Faktor genetik ditentukan oleh jenis strain ayam yang dipelihara, sedangkan manajemen meliputi keseluruhan sistem pemeliharan mulai dari awal hingga ayam berproduksi.
Agar produksi ayam maksimal diawali dari tercapainya target ayam pullet (ayam dara/ siap berproduksi) yaitu berat badan (BB) sesuai standar (± 1385 g/ekor pada umur 16 minggu) dan keseragaman ayam dilihat dari BB maupun kematangan seksual mencapai > 80%). Agar target pullet tercapai, perhatikan hal-hal berikut ini :
  • Masa pemeliharaan periode starter harus benar-benar optimal karena sangat menentukan periode pemeliharaan berikutnya, seperti kebutuhan pemanas
  • Kualitas dan kuantitas ransum yang diberikan ke ayam harus sesuai dengan kebutuhan ayam, terutama kandungan energi metabolisme dan protein untuk setiap periodenya
  • Jaga kondisi farm agar nyaman untuk pemeliharaan ayam, seperti cukup tersedia ventilasi udara agar sirkulasi udara lancar dan O2 tersedia dalam jumlah yang cukup sehingga kandang tidak terlalu panas. Hindari juga hal-hal yang akan menyebabkan ayam stres
  • Lakukan program kesehatan seperti vaksinasi dan pemberian antibiotik untuk memberikan kekebalan terhadap tubuh ayam dan mencegah adanya infeksi penyakit
  • Lakukan kontrol berat badan (BB) secara rutin. Saat masa grower timbang BB ayam seminggu sekali. Hal ini untuk memastikan ayam tidak terlalu kurus atau gemuk karena akan berpengaruh terhadap produksi telur. Segera lakukan treatment pada ayam dengan BB kurang atau melebihi standar. Sebagai patokan umum, BB dikatakan sesuai jika ±10% dari standar BB dari breeder. Jika ditemukan ayam dengan BB dibawah standar > 15% maka hendaknya ayam tersebut di culling karena saat produksi nanti sulit mencapai optimal. Sedangkan ayam dengan BB dibawah standar sebesar 10-15% berikan treatment untuk menaikkan BB secara bertahap sehingga mencapai BB standar. Biasanya ayam dengan BB kurang dari standar ini akan menyebabkan produksi telur mundur. Misalnya ayam memiliki BB dibawah standar sebesar 10-15% biasanya akan mengalami kemunduran produksi telur selama 4-5 minggu. Sama halnya pada ayam dengan BB melebihi standar, hendaknya segera dilakukan treatment untuk menurunkan BB secara bertahap (pelan- pelan) jangan drastis. Hal ini biasanya dilakukan dengan mengurangi jatah makannya sebesar 2-5 g/ekor/hari sampai diperoleh BB yang ideal
  • Perhatikan juga program pencahayaan, pada masa grower tidak boleh menambah pencahayaan karena dapat menimbulkan dewasa kelamin dini akibatnya ayam akan bertelur lebih awal tapi tidak bisa mencapai puncak produksi serta kualitas telurnya juga jelek (ukuran telur kecil-kecil)
     Manajemen pencahayaan
  • Penambahan cahaya segera setelah ada ayam yang bertelur (2-5%), dari semula 12 jam (periode grower) kemudian ditambah 4 jam secara bertahap, sehingga saat puncak produksi pencahayaan telah mencapai 16 jam
  • Gunakan lampu dengan warna merah orange
  • Intensitas cahaya yang diberikan 20-40 lux
  • Sebaran lampu harus merata agar sebaran cahaya merata
•    Manajemen pemeliharaan ternak
     Ayam harus mendapat kondisi yang nyaman, meliputi :
  • Pindah kandang
> Dilakukan pada umur 12-13 minggu atau maksimal 2 minggu sebelum produksi (bertelur), atau ada beberapa peternak yang melakukan pindah kandang sejak umur 6-7 minggu (sekaligus grading total/ pemilahan ayam sesuai BB, hal ini untuk mendapatkan ayam yang seragam)
> Pindah kandang sebaiknya dilakukan pagi atau sore hari, untuk meminimalkan ayam stres
> Berikan air minum dulu baru kemudian ransum
> Berikan pencahayaan selama 22-24 jam pada hari pertama
> Berikan multivitamin + elektrolit untuk mencegah ayam stres
  • Sirkulasi udara
> Perhatikan ventilasi udara baik aliran maupun kecepatan angin, kecukupan O2 akan berpengaruh terhadap produksi dan kualitas telur ayam
•    Manajemen kesehatan ternak
  • Vaksinasi akhir sebelum bertelur maksimal umur 14-16 minggu. Sebaiknya tidak melakukan vaksinasi saat masa kritis (masa awal produksi hingga puncak produksi), terutama jika BB tidak tercapai. Jika BB sesuai dan tantangan penyakit tinggi, maka bisa dilakukan vaksinasi (via air minum)
  • Lakukan monitoring titer antibodi terhadap ND, AI, EDS dan IB secara rutin minimal 1 bulan sekali untuk melihat protektivitas titer antibodi. Monitoring titer ini juga akan menentukan jadwal vaksinasi ulang (revaksinasi) ND, AI dan IB
  • Lakukan sanitasi dan desinfeksi kandang secara rutin 
  • Jika perlu berikan antibiotik  (pilih salah satu atau sesuaikan dengan penyakit yang sering menyerang) pada saat umur-umur rawan penyakit



No comments:

Post a Comment